Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News
Mohamad Rizal Intjenae bukan politisi karbitan. Ia tumbuh dari riuh komunitas kreatif anak muda Palu, ditempa di HMI, lalu menjelma pemimpin lewat jalur Golkar.
Kepemimpinannya tak lahir dari seragam birokrat, tapi dari tawa, ide, dan kerja kolektif yang berakar dari jalanan. Kini, di usia 61 tahun, Rizal membawa semangat itu ke pemerintahan dengan cara yang tetap cair, namun bernas.
Oleh : Saleh Awal
Pemimpin sejati tidak selalu lahir dari ruang kuliah atau bangku birokrasi. Kadang, mereka muncul dari jalanan, dari komunitas anak muda, dari tawa dan kerja kolektif yang tidak dirancang secara formal.
Begitulah Mohamad Rizal Intjenae tumbuh. Ia bukan produk struktur, tapi anak zaman yang menjelma pemimpin melalui proses alamiah dan medan hidup yang penuh warna.
Hari ini, di usia 61 tahun, kita mengenang jejaknya—bukan sekadar sebagai Bupati Sigi, tetapi sebagai simbol dari satu generasi yang membangun mimpi dengan tangan sendiri, dan menjadikan kreativitas sebagai batu pijakan menuju panggung kepemimpinan.
Rizal adalah bagian dari komunitas paling legendaris anak muda Palu: Madness. Bagi yang pernah remaja di era 80-an dan 90-an, nama ini bukan sekadar nama, tapi semacam kiblat.
Madness adalah ruang eksplorasi ide, musik, bisnis kreatif, dan solidaritas. Di dalamnya berkumpul anak-anak muda paling visioner dan ekspresif. Yang saya kenal baik, ada Tahmidy Lasahido, pemimpin kelompok yang karismatik, Moh. Ichsan Loulembah, pemikir kritis dan jurnalis tajam, serta Ermas Cintawan, musisi berbakat yang menjadi simbol ekspresi budaya.
Tak kalah penting, ada Mohamad Rizal Intjenae sosok yang mungkin tidak terlalu sering tampil di panggung, tapi berperan besar di balik layar.
Ia menggerakkan roda, mengatur strategi, mencari sponsor, dan memastikan semua ide menjadi nyata. Di tengah kepungan idealisme teman-temannya, Risal adalah jembatan ke dunia nyata.
Dari Madness, lahirlah proyek besar yang membekas di hati anak muda Palu sampai kini: Radio Nebula. Radio ini menjadi seperti Prambors-nya Palu menyuarakan musik, gaya hidup, dan semangat zaman. Radio Nebula bukan sekadar hiburan, ia menjadi media perubahan, memperkuat identitas anak muda Palu, dan membangun atmosfer intelektual-kultural yang hidup.
Dari komunitas ini, kemudian Rizal melangkah lebih jauh. Ia aktif di HMI sebuah organisasi ekstra kampus yang telah melahirkan banyak pemimpin nasional. Di sana ia melengkapi dirinya dengan nilai-nilai keislaman, kemoderenan, kepemimpinan kolektif, serta etika pengabdian. Tapi jalur hidupnya tetap bukan birokrasi. Risal memilih jalur politik.
Ia berlabuh di Partai Golkar, partai besar yang mengusung semangat karya kekaryaan. Sebuah semangat yang sangat cocok dengan karakter dasar Rizal yang pekerja, kreatif, dan senang membangun dari hal-hal konkret.
Di Golkar, ia menemukan ruang untuk menyalurkan energi kepemimpinannya secara lebih luas. Bagi Rizal, politik bukan sekadar arena perebutan kekuasaan, tetapi ruang pengabdian melalui karya nyata.
Sebelum menjadi Bupati Sigi, ia lebih dahulu menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Sigi. Di parlemen daerah itulah, kepiawaiannya membangun komunikasi, menjembatani kepentingan rakyat dan pemerintah, serta menjaga dinamika politik lokal diuji dan dibuktikan.
Ia tidak membawa gaya birokrasi yang formal dan kaku. Ia membawa gaya anak muda—lugas, cair, tapi bernas.
Pembawaannya yang riang, khas anak komunitas hiburan, membuatnya mudah diterima berbagai kalangan. Tertawanya yang keras adalah simbol ketulusan. Ia tidak pandai menyimpan dendam, tapi sangat tahu kapan harus tegas dan kapan harus menertawakan hidup.
Kini, sebagai Bupati, Mohamad Rizal Intjenae tidak melupakan masa lalunya. Ia tetap merawat semangat kreatif dan inklusif. Sejak terpilih belum lama ini, prioritasnya bukan hanya infrastruktur, tapi juga membangun ruang sosial, membangkitkan kepercayaan diri masyarakat, dan menyuntikkan jiwa ceria dalam pelayanan publik.
Ia tetap menjadi penggerak, sebagaimana dulu menghidupkan Madness dan Radio Nebula. Tapi kini panggungnya lebih luas—seluruh Kabupaten Sigi.
Meskipun dua sahabatnya telah tiada Tahmidy Lasahido dan Moh. Ichsan Loulembah. Tapi semangat mereka tidak pernah benar-benar pergi. Ia hidup dalam senyum dan kerja keras Mohamad Rizal Intjenae. Dalam keputusan-keputusan yang ia ambil. Dalam ruang-ruang publik yang ia hidupkan.
Selamat ulang tahun ke-61, Kanda Mohamad Rizal Intjenae. Semoga Allah SWT terus menjaga langkahmu, memberi kesehatan, dan menuntunmu dalam pengabdian terbaik bagi rakyat Sigi.
Teruslah menebar semangat seperti masa-masa di Madness dan HMI—energi yang tidak pernah mati dan tetap menyala sampai kini.