Anggaran Bocor di Proyek Bencana
Di balik kisah bencana yang melanda Sulawesi Tengah lima tahun lalu, terdapat kisah lain yang tak kalah mencengangkan.
Anggaran bocor dalam proyek land clearing dan land development untuk penyiapan lahan hunian tetap (huntap) di Pombewe, Sulawesi Tengah, kembali menjadi sorotan tajam setelah laporan investigasi mengungkap dugaan kerugian negara yang belum dikembalikan.
Proyek penyiapan lahan untuk huntap Pombewe II-A, yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2019-2021 silam, ternyata menyimpan masalah serius.
Baca Juga : Temuan Lawas di Proyek Bencana
Temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkap adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp549 juta lebih.
Anggaran yang tidak dapat ditelusuri penggunaannya ini, sebagian besar belum dikembalikan ke kas negara, sehingga menimbulkan dugaan penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
BPKP perwakilan Sulawesi Tengah, yang melakukan audit dalam dua tahapan waktu, menemukan adanya masalah dalam dokumen paket pekerjaan.
Audit pertama yang dilakukan pada November 2019 tidak menemukan sanggahan dari pihak penyedia jasa.
Namun, audit kedua pada periode April-Mei 2020 menunjukkan adanya kelebihan pembayaran yang signifikan pada proyek Land Clearing and Land Development (LC/LD) Pombewe II-A.
Baca Juga : Jejak “Rasuah” Lahan Huntap Pombewe
Proyek yang dikelola oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Tengah ini menelan anggaran sebesar USD 428,571 atau sekitar Rp5 miliar.
Pekerjaan tersebut mencakup galian tanah mekanis, pemadatan tanah, dan pembentukan tapak huntap di Pombewe.
Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Berkat Meriba Jaya berdasarkan kontrak No. HK.02.01/KONT/BPPW/PKP.ST/254, proyek ini menjadi salah satu paket NSUP-CERC untuk penanganan tanggap darurat pascabencana di Sulawesi Tengah ketika itu.
Temuan BPKP yang belum ditindaklanjuti ini memantik reaksi dari penggiat anti-korupsi di Sulawesi Tengah. Mereka menyoroti ketidaksesuaian antara anggaran yang dikeluarkan dengan pekerjaan yang dilakukan di lapangan.
Baca Juga : Regulasi Tambang Batu Gamping | Desa Lelang Terancam !
“Kelebihan bayar ini menunjukkan adanya indikasi salah perhitungan dan potensi korupsi yang harus diusut tuntas,” ujar salah satu aktivis kepada Trilogi.
Proyek ini merujuk pada kebijakan Peraturan Kepala LKPP No.13 tahun 2018 dan surat Ketua Harian Pusat Komando Satgas Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR No. UM.01.03.C6/SATGAS-PB/135 tertanggal 4 April 2019. Paket kegiatan ini masuk dalam kategori kegiatan mendesak, sehingga dilakukan melalui metode penunjukan langsung (Direct Contracting).
Namun, urgensi proyek tersebut kini dipertanyakan. Apakah benar-benar diperlukan biaya sebesar itu untuk pekerjaan yang dilakukan? Bagaimana proses perhitungan anggaran yang dilakukan oleh BPPW Sulteng hingga menghasilkan kelebihan bayar sebesar itu? Pertanyaan-pertanyaan ini masih belum terjawab.
Proyek land clearing ini mencakup lahan seluas 201,12 hektare yang merupakan bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT Hasfarm Hortikultura Sulawesi.
Lahan tersebut dibebaskan oleh pemerintah Kabupaten Sigi melalui surat Keputusan Gubernur Sulteng No. 369/516/DIS.BMPR-G.ST/2018. Namun, pengalokasian anggaran dan pembayaran proyek tersebut masih menjadi tanda tanya besar.
Baca Juga : Batu Gamping | Pertaruhan Hidup Desa Lelang Melawan Tambang !
Dengan temuan BPKP yang belum ditindaklanjuti, public berharap pemerintah segera melakukan investigasi mendalam terhadap pengelolaan anggaran proyek ini.
“Kami berharap ada transparansi dan akuntabilitas dalam setiap penggunaan anggaran, terutama dalam proyek-proyek yang menggunakan dana publik,” ujar aktivis yang enggan disebutkan namanya.
Kisah anggaran bocor di proyek bencana land clearing untuk pembangunan huntap di Sulawesi Tengah ini menambah panjang daftar proyek pemerintah yang bermasalah.
Dengan kelebihan bayar yang mencapai ratusan juta rupiah, proyek ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan dana bencana.
Investigasi lebih lanjut dan tindakan tegas dari pihak berwenang sangat diperlukan untuk mengungkap kebenaran dan memastikan tidak ada lagi anggaran yang bocor di proyek-proyek mendatang.