JARINGAN FAVORITISME PEMENANG KONTRAK

MEMASUKI Dua setengah dasawarsa untuk posisi kursi kepemimpinan Bupati di Kabupaten Parigi Moutong (Parimout), ada sebagian Organisasi Perangkat Daerah (OPD), belum berhasil menjadi bagian dinas yang bersih. Indikasi dugaan persengkongkolan pada sejumlah paket lelang kontruksi merupakan contoh yang mutakhir. Walau hampir pasti, bukan yang terakhir. Sengkarut Lelang Irigasi Parimout, Jaringan Favoritisme Pemenang Kontrak.

Proyek yang dibandrol Rp4.849.533.000, yang dipecah menjadi sepuluh (10) kegiatan pada awal tahun 2017 itu diduga direka sejak awal. Ada indikasi pada proses tender diatur agar dimenangi satu perusahaan favorit. Sudah barang tentu akan mengindikasikan transaksi gelap diluncurkan untuk memuluskan akal-akalan ini. Walhasil, dugaan rasuah pun terbilang. Bagaimana skema dalam permainan ini terjadi, lantas siapa saja oknum yang terindikasi terlibat dalam skema permainan ini ?. Berikut reportase trilogi.co.id.

Pada tanggal 7 April tahun 2017 lalu, pihak Kelompok kerja I (Pokja) Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (DPUPRP), Kabupaten Parimout beserta Unit Layanan Pengadaan (ULP), sibuk merumuskan untuk menetukan pemenang sepuluh paket kegiatan kontruksi. Sepuluh Paket kegiatan tersebut sembilan diantaranya meliputi kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi yang tersebar dibeberapa desa di Kabupaten dilumbung pangan itu, sementara satu paket lagi penyusunan DED SPAM IKK.

Ada yang menarik dari sepuluh paket yang dilelang dengan nilai pagu sebesar Rp4.914.885.844, yang dibiayai dari APBD Kabupaten Parimout, semua nilai kontraknya dari masing – masing perusahaan pemenang lelang, nilainya pun, hampir menyentuh nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Patut diduga jika sebelumnya sudah ada bocoran terlebih dahulu ke masing-masing perusahaan yang akan dipersiapkan menjadi pemenang.

Kecendrungan yang terjadi dalam proses tender yang dihelat DPUPRP dan ULP Kabupaten Parimout,  diduga adalah mengakomodasi kepntingan pihak-pihak tertentu dan menghasilkan keputusan yang merugikan para pihak dalam proses tender. Hal ini terlihat dari masing-masing dari sepuluh kontrak dari penyedia jasa mendekati nilai HPS.

Tentunya hal ini akan mengndikasikan terjadinya persengkokolan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa atau dikategorikan menjadi persaingan usaha yang  tidak sehat sebagaimana diatur dalam Perpres 70 Tahun 2012, tentang indikasi persengkongkolan antara penyedia barang dan jasa dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang mendefinisikan persengkongkolan dalam pasal 1 ayat 8 yakni persengkongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersengkongkol.

Salah seorang kontraktor lokal di Palu mengatakan, jobolnya sistem lelang terbuka di Kabupaten Parimout yang terindikasi telah dikondisikan sebelumnya, kian menguat. Jelas, hal itu akan menuai sorotan tajam. Tentunya untuk itu, aparat penegak hukum harus segera membentuk tim khusus untuk memulai melakukan penelusuran atas sejumlah kejanggalan dalam lelang bebas APBD 2017 di Kabupaten Parimout, bukan hanya menunggu ada yang melaporkan temuan.

“Kita sama-sama fahamlah, dugaan pidana korupsi dalam bentuk suap dan gratifikasi sering terjadi di dunia kontraktor. Jadi aparat harus bisa sesegera mungkin melakukan deteksi dini untuk pencegahan hingga tindakan hukum,” kata salah seorang kontraktor yang bersedia menjadi sumber kepada Trilogi.co.id dan meminta identitasnya tidak disebutkan.

Dalam dunia kontraktor, apalagi yang melibatkan uang publik, dugaan pengkondisian antara oknum SKPD, ULP dan rekanan tidak ada yang tidak mungkin meski memakai sitem lelang terbuka sekalipun. Karena prosesnya membuka peluang para pihak yang terlibat untuk melakukan pengaturan. Artinya, semua syarat dan rukunnya dipenuhi, namun hasil akhirnya sudah ditentukan. “Dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, seharusnya aparat penegak hukum sudah bisa bekerja melakukan penelusuran. Kita ingin jangan ada permainan untuk menggerogoti APBD secara haram,” ujarnya.

“Ini sudah lazim dilakukan di tender dimana-mana, hanya saja orang tidak jeli merekamnya. Ini sudah permainan. Sudah barang tentu diawal pasti sudah disiapkan. Bahasa kasarnya lah, itu diarahkan,” bebernya.

Sebelumnya Zulfinastran yang memangku jabatan sebagai Kepala DPUPRP Kabupaten Parimout, yang dikonfirmasi akhir pekan lalu, terkait hajatan sepuluh paket proyek lelang yang diduga terindikasi sebagai praktek menyalahi aturan tersebut, melalui pesan via aplikasi whatsup di nomor ponsel pribadinya enggan meresponya. Meskipun diketahuinya, Zulfinastran sepertinya memilih menutup diri rapat-rapat untuk tidak mau berkomentar kepada media ini, sampai berita ini diterbitkan.

Hanya saja, meskipun irit komentar Bupati PLT Kabupaten Parimout Nadir, melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Parimout, Ardi Kadir, ketika dikonfirmasi pada hari yang bersamaan, terkait dengan dugaan indikasi persekongkolan pada 10 kegiatan paket proyek milik dinas DPUPRP pada tahun 2017 lalu yang menelan biaya APBD senilai Rp4.914.885.844, mengatakan akan melakukan koordinasi ke OPD dan ULP terkait. “ Saya akan konfirmasi ke ULP dan PU. Menurut saya hal ini merupakan tupoksi dari OPD,” singkatnya melalui pesan via aplikasi whatsup.

Pengadaan barang dan jasa merupakan sektor terbesar yang menjadi “lahan basah” tindak pidana korupsi. Hampir 80 persen kasus yang ditangani pihak penyidik berasal dari sektor tersebut. Trilogi.co.id, sedikit membeberkan celah oknum untuk melakukan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Korupsi pengadaan barang dan jasa diawali perencanaan dan penganggaran. Jadi penganggaran sudah dikapling-kapling, sekian jatah buat pihak tertentu.

Setidaknya, ada beberapa dokumen yang bisa menjadi acuan untuk penyidik melakukan investigasi apakah ada tindak pidana dalam suatu proyek. Yakni dokumen kerangka acuan kerja (KAK). Dokumen tersebut memuat latar belakang, nama pengadaan barang atau jasa, sumber dana dan perkiraan biaya, rentang waktu pelaksanaan, hingga spesifikasi teknis.

Spesifikasi teknis bisa dimainkan dengan menaikkan spesifikasi sehingga anggaran menjadi besar. Tentunya juga mengarahkan spesifikasi teknis pada peserta lelang tertentu sehingga hanya satu peserta lelang yang lolos. Berikutnya, dokumen riwayat harga perkiraan sementara juga bisa jadi dasar mengulik wajar atau tidaknya suatu pengadaan. Dokumen tersebut bisa mengungkap sumber informasi yang digunakan Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menyusun HPS. Seringkali HPS, disusun berdasarkan informasi harga dari perusahaan yang akan jadi pemenang tender atau distributor dari semua peserta tender.

Setelah itu, ada Standard Bidding Document (SBD) yang dikeluarkan LKPP. Dokumen itu memuat data kualifikasi pengadaan. Berikutnya, ada surat penawaran peserta lelang, dokumen kerja kelompok kerja unit layanan pengadaan, hingga berita acara penetapan pemenang tender. Setelah itu, baru dibuat kontrak kerja dengan pemenang lelang. Kontrak pengadaan juga dibuka agar publik bisa membandingkan harga kontrak dengan harga pasar. Namun hal ini, seringkali terjadi harga kontrak jauh melebihi harga pasar.

Hasil riset Trilogi.co.id, sepuluh paket kegiatan lelang milik hajatan DPUPRP Kabupaten Parimout yang diduga terindikasi terjadi begundal senilai Rp4.849.533.000, pada TA 2017 lalu yang dibiayai oleh APBD, sebagai berikut.

  1. Penyusunan DED SPAM IKK Bolano, yang dimenangkan PT Citrawees Salawasna dengan nilai kontrak Rp218.504.000, dari pagu anggaran Rp222.885.844, dengan kontrak HPS 98%.
  2. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Bambalemo kiri, (DAK Penugasan), yang dimenangkan CV Lima Abadi, dengan nilai kontrak Rp298.064.000, dari pagu anggaran Rp300.000.000, dengan kontrak HPS 99%
  3. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Tindaki (DAK Penugasan), yang dimenangkan CVSumber Sukses, dengan nilai kontrak Rp689.333.000, dari pagu anggaran Rp700.000.000, dengan kontrak HPS 98%
  4. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Sidoan (DAK Penugasan) yang dimenangkan CV Suwana Raya, dengan nilai kontrak Rp690.864.000, dari pagu anggaran Rp700.000.000, dengan kontrak HPS 99%
  5. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Sausu Bawah (DAK Penugasan) yang dimenangkan CV Ryzky Utama, dengan nilai kontrak Rp681.384.000, dari pagu anggaran Rp692.000.000, dengan kontrak HPS 98%
  6. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Palasa (DAK Penugasan) yang dimenangkan Bintang Fajar, dengan nilai kontrak Rp394.722.000, dari pagu anggaran Rp400.000.000, dengan kontrak HPS 99%.
  7. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Moutong (DAK Penugasan) yang dimenangkan CV Sanggor Persada Angkasa, dengan nilai kontrak Rp493.551.000, dari pagu anggaran Rp500.000.000, dengan kontrak HPS 99%.
  8. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Sigenti (DAK Penugasan) yang dimenangkan CV Zahra Pratama, dengan nilai kontrak Rp393.776.000, dari pagu anggaran Rp400.000.000, dengan kontrak HPS 98%.
  9. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Tomini Kiri (DAK Penugasan) yang dimenangkan CV Tri Graha Pratama, dengan nilai kontrak Rp395.013.000, dari pagu anggaran Rp400.000.000, dengan kontrak HPS 99%.
  10. Rehabilitasi jaringan irigasi D.I Korontua, yang dimenangkan PT Farisal Kencana Karya, dengan nilai kontrak Rp594.322.000, dari pagu anggaran Rp600.000.000, dengan kontrak HPS 99%.

Itulah sengkarut lelang sepuluh kegiatan paket proyek pekerjaan kontruksi dan jasa konsultan kepunyaan DPUPRP Kabupaten Parimout TA 2017 yang menelan anggaran tidak sedikit, yang diduga terindikasi kecurangan pada tahapan lelang tersebut. Tentunya sebenarnya ini modus lama namun mungkin sedikit ada pembaharuan. Kalau modus yang agak baru (karena mungkin sudah ada yang baru lagi) yaitu siapaun yang menang yang penting aman dan kondusif.

Sejumlah paket proyek di Unit Layanan Pengadaan (ULP) hampir sebagian besar telah diumumkan tender. Hiruk pikuk rekanan (kontraktor,red) mulai kentara. Ada yang kecewa dan juga ada yang justru menjadi “mafia” proyek melalui modus baru untuk memenangkan tender di ULP.

Mulai dari dugaan pemalsuan dokumen proyek sampai dengan atur mengatur paket dengan menyiapkan setoran menjadi lahan bagi “mafia” proyek. Kongkaling antara perusahaan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pokja dan ULP juga kembali mengemuka, seperti di Tahun 2017 lalu.

Walau harus berbenturan dengan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Perpres nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dilanggar, seakan kondisi ini sudah membudaya. Tak heran terkadang perusahaan lokal selalu menjadi target penzaliman, untuk tidak bisa menang tender, dan menikmati Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Parimout Tahun 2017 sebesar Rp 4 miliar lebih itu.

Dari informasi website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di ULP Tahun 2017 sudah hampir sekitar 10 paket proyek yang dilelangkan hingga bulan agustus 2017. Namun tetap saja aroma kongkalikong menjadi buah bibir rekanan lokal. Pasalnya, masih terdapat lelang proyek yang sudah bertuan. Akankah ini menjadi petunjuk awal bagi pihak penyidik terkait untuk turun memutus mata rantai skema permainan gelap ini ?. Kita tunggu kelanjutanya.

Penulis : Wahyudi / Trilogi.co.id