Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Longki Djanggola, meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk meninjau kembali kasus hukum yang menimpa eks Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Sulawesi Tengah (Sulteng), Doni Janarto Widiantono.

Permintaan itu disampaikan dalam rapat kerja Komisi II DPR RI bersama Kementerian ATR/BPN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (30/1/2025).

Kasus hukum Kakanwil BPN Sulteng ini bermula dari laporan PT Sinar Putra Murni (SPM) dan PT Sinar Waluyo (SW) yang menuding bahwa 55,3 hektare lahan mereka digunakan untuk pembangunan hunian tetap (Huntap) Tondo II tanpa pelepasan hak dan ganti rugi kepada pemegang hak guna bangunan (HGB).

Berdasarkan laporan tersebut, Doni Janarto Widiantono ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kepolisian atas dugaan memberikan keterangan palsu.

Longki Djanggola menilai kasus ini perlu dikaji ulang mengingat lahan tersebut sudah bertahun-tahun tidak dikelola oleh pemegang HGB.

Ia menegaskan bahwa tanah yang dipersoalkan telah lama terbengkalai sebelum digunakan untuk pembangunan Huntap bagi para penyintas bencana likuefaksi dan tsunami di Palu.

“Mereka itu tidak tahu diuntung. HGB yang mereka maksud sudah berpuluh tahun tidak dikelola, ditelantarkan. Baru setelah kita bangun huntap bagi penyintas likuefaksi dan tsunami, mereka mempersoalkannya,” kata Longki yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Sulteng.

Lebih lanjut, Longki meminta Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dan Kapolri untuk berkoordinasi dalam meninjau kembali perkara ini.

Menurutnya, penyerahan lahan dilakukan atas dasar instruksi Presiden dan Wakil Presiden guna mempercepat pembangunan Huntap yang dirancang untuk menampung ribuan warga terdampak bencana.

Lahan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kota Palu setelah melalui proses land clearing, yang menjadi syarat pencairan dana bantuan dari Bank Dunia.

“Saat itu, ada perintah dari Presiden dan Wakil Presiden untuk mengambil semua lahan eks HGB yang terlantar demi kepentingan pembangunan tiga belas ribu Huntap. Pak Doni menyerahkan lahan tersebut kepada Pemerintah Kota Palu setelah melalui proses land clearing. Itu syarat agar dana bantuan dari Bank Dunia bisa dicairkan,” jelas Longki.

Menurutnya, eks Kakanwil BPN Sulteng tidak seharusnya dijadikan tersangka dalam kasus ini. Ia menegaskan bahwa Doni Janarto Widiantono bertindak berdasarkan kepentingan kemanusiaan, bukan kepentingan pribadi atau korporasi.

Longki bahkan menyebutnya sebagai “pahlawan kemanusiaan” karena telah berperan dalam memastikan pembangunan Huntap bagi penyintas bencana di Palu dapat berjalan sesuai rencana.

Permintaan koordinasi Menteri ATR dan Kapolri untuk meninjau kembali kasus hukum Kakanwil BPN Sulteng ini diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum bagi Doni Janarto.

Longki menekankan bahwa kebijakan yang diambil eks Kakanwil BPN Sulteng semata-mata untuk kepentingan publik dan tidak boleh menjadi preseden buruk bagi pejabat negara yang berusaha menjalankan tugasnya dengan itikad baik.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Kementerian ATR/BPN maupun Kepolisian terkait permintaan tersebut.

Pihak DPR RI berharap kasus ini bisa mendapatkan perhatian serius dan diselesaikan dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan kemanusiaan.