Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News

Palu – Kasus penyerobotan lahan di Palu kembali menjadi sorotan setelah putusan praperadilan Polresta Palu yang memenangkan pemohon, Edi Hasan, belum juga dijalankan oleh penyidik.

Kuasa hukum Edi Hasan, Dr. Muslimin Budiman, SH., MH., mendesak kepolisian segera melanjutkan penyidikan atas kasus yang telah bergulir sejak Oktober 2022.

Menurut Muslimin Budiman, putusan Pengadilan Negeri Palu sudah jelas menyatakan bahwa penghentian penyidikan yang dilakukan Polresta Palu tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Namun hingga kini, tidak ada langkah konkret dari pihak kepolisian untuk menindaklanjuti perkara tersebut.

“Kami menuntut agar aparat kepolisian segera menjalankan putusan pengadilan. Praperadilan ini bukan sekadar keputusan administratif, tetapi perintah hukum yang harus dilaksanakan,” ujar Muslimin dalam konferensi pers di Palu, Kamis, 27 Februari 2025.

Kasus penyerobotan lahan di Palu bermula dari laporan polisi yang diajukan Edi Hasan pada 22 Oktober 2022.

Ia menuding Ang Franky dan Ang Andreas telah melakukan penyerobotan lahan miliknya di Jalan Cut Nyak Dien, Besusu Barat, Kota Palu. Lahan tersebut diklaim berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 54/2000 dan SHM No. 55/2000.

Dalam proses pembangunan ruko lima lantai di atas lahan yang dipersengketakan, terlapor diduga menggali pondasi hingga masuk ke area milik Edi Hasan.

Hal itu menyebabkan getaran yang merusak bangunan milik pelapor. Meskipun sudah ada teguran, pihak terlapor justru menantang kasus ini dibawa ke jalur hukum.

Pada 13 Juni 2023, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu melakukan pengukuran ulang dan menemukan adanya kelebihan penguasaan lahan oleh terlapor sekitar satu meter di luar batas sertifikat. Namun hingga kini, kasus ini belum menemukan titik terang.

Yang lebih mengejutkan, bukti surat berupa foto lokasi belakang ruko yang diajukan oleh Edi Hasan dikabarkan hilang dari berkas perkara di Polresta Palu.

Muslimin Budiman menyebutkan bahwa hal ini mengindikasikan adanya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut.

Selain itu, dalam pengukuran lahan kakak Edi Hasan, Jafry Yauri, pada 28 Juni 2024, ditemukan fakta bahwa anak terlapor, Ang Andreas, memiliki dokumen hasil pengukuran tanah milik kliennya.

Muslimin menganggap hal ini sebagai pelanggaran prosedur, karena dokumen tersebut seharusnya hanya berada dalam penguasaan kepolisian.

“BPN sudah menegaskan bahwa dokumen itu tidak seharusnya jatuh ke tangan pihak yang dilaporkan. Ini sangat janggal dan harus diusut tuntas,” tegasnya.

Atas ketidakjelasan ini, Muslimin Budiman menegaskan bahwa kliennya akan menempuh langkah hukum lebih lanjut jika Polresta Palu tetap mengabaikan putusan pengadilan.

Ia berharap aparat kepolisian dapat segera menjalankan tugasnya secara profesional dan memberikan kepastian hukum bagi Edi Hasan.

“Kasus ini adalah ujian bagi kepolisian dalam menegakkan keadilan. Jika putusan pengadilan saja tidak diindahkan, lalu bagaimana masyarakat bisa percaya pada sistem hukum?” kata Muslimin.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Polresta Palu mengenai tindak lanjut kasus penyerobotan lahan di Palu.

Publik kini menantikan respons dari kepolisian untuk memastikan bahwa hukum tetap ditegakkan tanpa keberpihakan.