Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News
Palu – Tambang bawah tanah PT CPM di Palu kembali memantik gelombang protes keras. Front Pemuda Kaili (FPK) bersiap turun dengan aksi massa besar-besaran mempertanyakan: tambang emas atau perangkap maut ?.
Di atas sesar Palukoro yang sudah “tercemar” trauma gempa, rencana underground mining ini dianggap bukan hanya mempertaruhkan lingkungan, tapi juga nyawa warga. Apakah demi emas, kota ini siap dihancurkan?
“Kami sudah siapkan aksi besar. Bila perlu, kami duduki kantor mereka!” kata Wakil Ketua Umum FPK Sulteng, MT. Abdul Gani AR, dalam pernyataan resmi yang diterima Trilogi pada Senin, 26 Mei 2025.
Penambangan bawah tanah atau underground mining PT CPM tengah memasuki fase pengeboran tanah dan persiapan pembangunan infrastruktur hauling. Namun proyek itu dianggap membahayakan keselamatan warga Palu.
Lokasi tambang berada di Kecamatan Mantikulore, yang mencakup tujuh kelurahan dengan mayoritas penduduk Suku Kaili. Kawasan ini juga dilewati sesar Palukoro patahan aktif ketiga terbesar di dunia.
Abdul Gani menyebut, aktivitas pengeboran berpotensi mengganggu kestabilan batuan dan tanah.
Ia memperingatkan bahwa perubahan tekanan akibat rekahan penggalian bisa memicu pelepasan energi tektonik yang berujung pada gempa bumi.
“Sesar Palukoro ini gampang sekali bereaksi. Alat berat bor tanah bisa memicu aktivitas seismik. Kalau sampai terjadi pergeseran, bukan cuma tambang yang hancur, masyarakat juga bisa jadi korban,” ujarnya.
Menurut Gani, FPK telah melakukan konsolidasi dengan sejumlah organisasi masyarakat, tokoh adat, serta jaringan internal mereka di kawasan Padagimo.
Aksi protes massal disebut akan segera dilaksanakan jika PT CPM tetap melanjutkan proyek tambang bawah tanah tersebut.
Penolakan FPK terhadap underground mining PT CPM bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, mereka sudah menggelar demonstrasi sebagai bentuk peringatan awal.
Namun Gani menegaskan, aksi mendatang akan lebih masif dan tak lagi bisa ditawar.
“Gempa 2018 belum hilang dari ingatan kami. Itu saja sudah menghancurkan. Bayangkan kalau sekarang aktivitas manusia sendiri yang memicu gempa. Jangan hanya demi emas, Kota Palu jadi taruhannya,” kata Gani.
Sebagai latar, proyek tambang PT CPM terletak di area konsesi yang sudah dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir.
Meski pemerintah daerah belum mengeluarkan pernyataan resmi, desakan publik mulai menguat. Beberapa tokoh masyarakat juga menyuarakan keprihatinan terhadap dampak ekologis dan keselamatan publik.
Tambang bawah tanah, berbeda dengan metode terbuka, memerlukan proses pengeboran mendalam dan pembangunan terowongan.
Di kawasan rawan gempa seperti Palu, metode ini kerap menuai kontroversi. Terlebih, sebagian besar permukaan tanah di sekitar lokasi tambang didominasi material lunak dan rapuh.
“Tanah di sekitar Mantikulore rentan terinduksi getaran. Begitu terjadi getaran, apalagi dalam, bisa menyebabkan runtuhan atau retakan yang menjalar ke permukaan,” jelas Gani, yang juga menjabat Ketua DPC Pospera Kota Palu.
Isu ini menyentuh akar trauma kolektif warga Palu pasca-bencana 2018. Penolakan FPK tidak hanya berangkat dari ancaman ekologis, tapi juga sebagai bentuk perlindungan atas identitas komunitas Kaili yang menetap di sekitar wilayah tambang.
FPK tolak tambang bawah tanah dengan tegas dan menilai bahwa alternatif metode pertambangan yang lebih aman dan berkelanjutan seharusnya bisa diterapkan.
“Kalau mau menambang, cari metode yang tidak mengguncang tanah orang. Jangan seenaknya saja menanam risiko di halaman rumah kami,” pungkas Gani.
Trilogi telah berupaya meminta konfirmasi langsung kepada General Manager Eksternal Affairs and Security PT Citra Palu Mineral (CPM), Amran Amir, terkait pernyataan resmi Front Pemuda Kaili (FPK) yang menolak keras rencana penambangan bawah tanah di wilayah Poboya.
Namun saat dihubungi melalui pesan WhatsApp Senin siang, Amran hanya menjawab singkat, “Waalaikumusalam, coba komunikasi dengan Candra ya,” tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.
Selanjutnya, Trilogi juga mencoba menghubungi Candra sebagaimana disarankan, namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan jawaban atau tanggapan apapun atas permintaan konfirmasi tersebut.