Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News

Parigi Moutong – Tambang ilegal Lambunu tak hanya menggerus tanah pegunungan, tapi juga harapan ribuan petani. Air irigasi yang dulu jernih, kini berubah keruh setiap hari, menggagalkan panen dan mengancam ketahanan pangan lokal.

Berdasarkan laporan warga melalui siaran pers yang di terima Trilogi Rabu 21 Mei 2025, Setidaknya sepuluh alat berat terpantau beroperasi di beberapa titik seperti Duyung, Panta Kapal, Gurintang, Cabang 2, Watalemo, hingga Kuala Raja.

Ekskavator melintasi jalur tambang secara intens, mengaduk tanah dan bebatuan, lalu membiarkan lumpur mengalir ke badan air yang selama ini menjadi sumber irigasi petani.

Seorang petani yang enggan disebutkan namanya mengaku produksi padinya menurun drastis sejak air bendungan berubah warna.

“Air masuk ke sawah dalam kondisi keruh. Pupuk yang kami berikan tidak bisa diserap maksimal oleh tanaman,” ujarnya saat ditemui pekan lalu.

Ia menyebut, sebelum tambang-tambang itu muncul, air bendungan jernih dan hanya keruh sementara saat hujan deras.

Dampak tambang terhadap pertanian tak bisa diabaikan. Air berlumpur menyulitkan pengolahan lahan, mengacaukan masa tanam, dan mempersulit pencapaian target hasil panen.

Tak hanya itu, krisis air bersih juga mulai dirasakan warga sekitar yang menggantungkan kebutuhan domestik pada sumber air tersebut.

Kelompok tani, pengurus IP3A (Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air), dua kepala UPTD dari Kecamatan Bolano dan Bolano Lambunu, serta pengamat pengairan DI Lambunu telah melayangkan keluhan resmi ke pihak kecamatan dan kepolisian.

Namun, meski instansi merespons cepat, langkah nyata masih belum terlihat di lapangan.

“Mereka sempat memanggil para penambang, tapi tidak ada satu pun yang datang menemui kami,” kata warga tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan tegas untuk menghentikan operasi tambang ilegal.

Pemerintah kabupaten dan provinsi diminta turun tangan secara konkret agar kerusakan lingkungan tidak terus meluas.

Situasi ini menimbulkan ironi. Di tengah program swasembada pangan yang gencar digembar-gemborkan pemerintah, justru fondasi utama pertanian yakni air bersih tidak mendapatkan perlindungan yang layak.

Jika tidak segera diatasi, bukan hanya petani Lambunu yang terancam, tetapi juga stabilitas pangan daerah dan nasional.

“Yang kami harapkan sederhana: air kembali jernih, agar pertanian bisa berjalan normal,” pungkas warga tersebut.