Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News

PALU – Pengadilan Negeri Kelas 1A PHI/Tipikor/Palu menunda Sidang Praperadilan Hendly Mangkali atas permohonan yang diajukan terhadap Polda Sulawesi Tengah.

Sidang ini berkaitan dengan Penetapan Tersangka UU ITE terhadap Hendly Mangkali atas pemberitaan dugaan perselingkuhan seorang pejabat daerah.

Baca Juga : Kuda-Kudaan Hukum dalam Kasus Hendly Mangkali

Melansir dari pers rilis yang di terima Trilogi,  Hakim tunggal praperadilan, Imanuel Charlo Rommel Danes, S.H., menyatakan penundaan sidang karena ketidakhadiran pihak termohon, yaitu Polda Sulteng.

“Sidang praperadilan ditunda, sebab sampai sekarang termohon Polda tidak hadir. Dari surat yang masuk, termohon Polda mohon sidangnya pada Kamis, 29 Mei mendatang, karena masih berada di luar kota,” ujar Imanuel saat sidang pada Jumat, 16 Mei 2025.

Namun permintaan tersebut tidak dikabulkan. Menurut Imanuel, praperadilan hanya diberi tenggat tujuh hari untuk diputuskan sejak sidang pertama digelar.

Baca Juga : Pimred Beritamorut.com Ditetapkan Tersangka, Publik Soroti Rekam Jejak dan Kiprah Sosialnya

Oleh karena itu, sidang akan dilanjutkan kembali pada Rabu, 21 Mei 2025.

“Kalau bisa saksi dan bukti-bukti sekaligus jawaban dibawa saat sidang,” katanya.

Imanuel menegaskan bahwa jika tidak ada hambatan, putusan akan dijatuhkan pada Rabu, 28 Mei 2025, sebelum libur nasional.

Sidang ini menjadi perhatian publik lantaran menyangkut Kasus UU ITE Palu yang menyeret nama Hendly Mangkali sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran informasi dan transaksi elektronik karena konten pemberitaan di media sosial.

Baca Juga : Polda Sulteng Bongkar Kasus Curas, Modusnya Bikin Geleng Kepala

Pihak pemohon, Hendly Mangkali, hadir dalam persidangan bersama tim kuasa hukum, yakni Dr. Muslimin Budiman, S.H., M.H., dan Abd. Aan Achbar, S.H. Mereka menantikan kehadiran Polda Sulteng dalam sidang lanjutan untuk membuktikan keabsahan penetapan tersangka oleh kepolisian.

Praperadilan Polda Sulteng ini dinilai sebagai ujian terhadap prosedur hukum dalam penanganan kasus-kasus digital, khususnya dalam implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selama ini kerap menuai banyak sorotan.