Proyek Gagal Berlabel Bencana

Indikasi penyimpangan pada proyek rehabilitasi dan rekontruksi 18 gedung sekolah di BP2W Sulawesi Tengah, sudah terjadi di depan mata. Perlu pelibatan ahli kontruksi dan keuangan yang berkompoten dan independent, untuk turun menelisik proyek senilai Rp37,41 miliar itu.

Keuangan anggaran bencana terlanjur terkuras. Penyusunan rencana dan pelaksana tidak matang hingga pengawasan kurang awas, jadi faktor penyebab proyek berlabel bencana itu menjadi gagal.

Sangitnya bau penyelewengan pengelolaan anggaran bencana, mengharuskan proyek infrastruktur pendidikan yang dibiayai dari pinjaman Bank Dunia melalui program Contigency Emergency Response Project (NSUP) dan Central Sulawesi Rehabilitation and Recontrion Project (CERC), perlu di pelototin dari segala penjuru.

Pasalnya sejumlah kontruksi bangunan di 18 gedung sekolah yang terealisasi dikerjakan tersebut, banyak sekali menyimpan cacat.

Setidaknya itu yang bisa digambarkan dibekas proyek hajatan Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah, yang digarap oleh PT Sentra Multikarya Infrastruktur (SMI) dua tahun yang lalu.

Sekolah Madrasah Tsanawiyah Nida’ul Khairat, yang berlokasi di Dusun III, Desa Pombewe, Kecamatan Sigi Biromaru, termasuk salah satu penerima bantuan rehabilitasi dan rekontruksi sekolah.

Namun mereka belum bisa menggunakannya, lantaran sejumlah item bangunanya belum rampung dikerjakan. Misalnya belum terpasanganya kusen jendela, pintu, jaringan air dan listrik.

Celakanya, meski belum digunakan, sebagian perangkat baru terpasang itu seperti plafon, justru sudah banyak yang rusak duluan.

“Ya begini sudah kondisi sekolah kami pak !. Dibangunan baru itu banyak yang belum dikerjakan. Disebelah sana juga, sebagian plafonya sudah jatuh semua. Terakhir mereka kerja bulan lalu, tapi setelah itu pekerjanya tidak kembali lagi” ujar Raflin Datungsolang, yang ditemui dilokasi 8 Oktober 2022.

Faktanya, bangunan sekolah itu memang belum diserah terimakan kepada pihak sekolah, namun kondisinya sudah rusak disana-sini. Padahal umurnya juga belum genap setahun.

Di Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 yang berlokasi di Kelurahan Petobo, Kota Palu ini, sebagaian perangkat gedung, mulai dari plafon, kusen jendela dan gagang pintu, bahkan sudah copot disana-sini.

Madrasah Aliyah Alkhairat Balamoa, Kecamatan Dolo Barat, lebih miris nasibnya. Bangunan gedung yang dibangun PT SMI ini belum diserah terimakan kepada pihak sekolah, namun kondisinya juga, sudah rusak disana-sini.

Pihak sekolah tentu menyambut baik-baik bantuan rehabilitasi sekolah gratis ini. Meski begitu, mereka juga takjub dengan nilai proyek yang fantastis sebesar Rp37,41 miliar.

“Ini pintu dengan jendela sudah goyang-goyang semua, mau copot itu pak, kasian anak murid kami kalau terjadi apa-apa !. Semuanya dikerja asal-asalan saja dan banyak yang belum rampung. Aliran listrik, pemasangan paving saja belum ada, begitu juga cet temboknya sudah banyak terkelupas” beber Rifai, Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Alkhairat Balamoa.

Kondisi serupa juga terjadi di Madrasah Tsanawiyah Al-Hasanaat, Desa Kaleke, Kecamatan Dolo Barat yang menuntut pihak BP2W Sulawesi Tengah untuk segera menyelesaikan kekurangan di proyek itu.

Fakta dilapangan kondisi Madrasah Tsanawiyah Al-Hasanaat juga banyak penyimpangan ditemukan misalkan panel kusen jendela dan pintu rusak, gagang pintu copot dan tidak bisa fiungsikan, bahkan toilet sekolah pun, belum rampung dikerjakan.

“Sudah sering kami hubungi ke PPK nya agar segera diperhatikan sekolah kami, tapi sampai saat ini tidak ada mau datang perbaiki. Akhirnya, waktu ujian sekolah, kami khawatir bangunan sekolah ini tidak aman, karena banyak perangkat gedung sudah rusak semua” kata Rosida, kepada Trilogi.

Atas nama bencana, Kementrian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya mengalokasikan bantuan rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pendidikan dasar fase 1B, untuk 19 sekolah yang tersebar di Kota Palu dan Kabupaten Sigi dengan nilai pagu anggaran Rp43,81 miliar.

Ironisnya, atas nama percepatan pemulihan bencana itu pulah, diluar sana sebanyak 18 gedung sekolah yang terealisasi dikerjakan, belum sepenuhnya rampung 100 persen dikerjakan.

Ada kisah dibalik proyek senilai Rp37,41 miliar yang tersebar di Kota Palu dan Kabupaten Sigi ini. Semula proyek sekolah yang akan di rehab itu sebanyak 19 unit.

Tapi faktanya yang terealisasi hanya 18 sekolah. Disebut-sebut anggaran proyek ini sudah dibayarkan 100 persen kepada penyedia jasa.

Dari sinilah kejanggalan-kejangalan ini terkuak. Sejumlah subkon yang terlibat dalam proyek rehabilitasi dan rekontruksi 18 gedung sekolah ini mengaku belum dilunasi oleh pihak kontraktor pelaksana.

Namun anehnya pengakuan subkon, kepada tim Trilogi ada banyak sejumlah penyimpangan dalam proses pelaksanaan proyek itu berjalan.

Jelas, hal ini mengindikasikan ada dugaan main mata antara pimpinan proyek dengan pemborong, sementara petugas pengawas bisa diajak kompromi.

Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulawesi Tengah menyoroti dugaan korupsi diproyek berlabel bencana senilai Rp37,41 miliar yang ditenggarai akibat pengelolaan yang buruk dan sarat kepentingan.

Kepada Trilogi, KRAK Sulteng akan melaporkan sejumlah dugaan penyimpangan itu ke Kejaksaan atau Kepolisian, dan akan melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut pihak BP2W Sulawesi Tengah bertanggung jawab.

“Kami akan melaporkan dugaan korupsi pada proyek sekolah itu dan kami akan melakukan demo. Ini tidak bisa dibiarkan, apalagi kondisi bangunanya sudah membahayakan anak sekolah. Tidak bisa ini ditolerir, harus di presure dan diusut tuntas” tegas, Abdul Salam, Kordintaor KRAK Sulteng.

Menurutnya, pasca polemik pemberitaan proyek rehabilitasi dan rekontruksi 19 sekolah yang diduga ditinggal lari oleh kontraktor pelaksana itu, KRAK sudah mengumpulkan sejumlah bukti fakta lapangan dan bukti pendukung lainya.

Untuk itu, tambah Salam, dalam waktu dekat KRAK Sulteng melakukan pelaporan sejumlah pihak yang terlibat dalam hajatan proyek berlabel bencana ini.

“Kami sudah pulbaket, sejumlah dokumen fakta lapangan sudah kami siapkan dan kami akan kawal laporan ini sampai tuntas. Selain itu kami juga akan melakukan aksi demo di kantor Balai dengan subtansi demo mengenai pertanggung jawaban indikasi penyimpangan di proyek itu” jelasnya.

Bukan cuman duit negara yang gurih rasanya. Anggaran bencana dari pinjaman Bank Dunia melalui program NSUP dan CERC tersebut, juga terasa sedap di lidah kontraktor.

Alih-alih mendukung percepatan pemulihan pasca bencana di sektor pendidika, justru anggaran itu dijadikan celah dengan pihak swasta untuk mengutak-atik dan ujung-ujungnya, jelas masyarakat yang dirugikan.

Sebab fasilitas dan layanan publik yang seharusnya diperoleh, telah dikorting disana-sini oleh penggarong anggaran bencana.