Sudah sepatutnya Institusi yang berwenang bergegas turun melakukan Audit Total di proyek yang sudah menggerus kas negara yang berantakan sejak tahap awal perencanaan.
Alih-alih dengan anggaran jor-joran untuk mendapatkan bangunan gedung baru, justru program ini terbukti bermasalah di sejumlah wilayah.
“Itu sekolah sudah dikurangi 1 unit yaitu SD Insan Gemilang, dan banyak item dihilangkan tapi anggaranya bukan turun malah dari kontrak awal jadi 43 miliar. Yang paling fatal itu, uang pembayaran penyelesaian bukan mengalir ke fendor lagi, tapi ke rekening orang lain. Saya punya bukti !” beber Mahfud.
Dari keteranganya kepada kami, Mahfud membeberkan sejumlah tetek bengek proyek yang sudah di adendum sebanyak empat kali itu.
Dia tawaduk, setelah buntut pelaporan dirinya ke Polisi oleh rekanya selaku pemodal dengan tuduhan penggelapan buntut belum terbayarnya hasil pekerjaanya di 16 sekolah oleh PT SMI sebanyak Rp700 juta.
“Padahal pak Rachman Tinri sudah janji ke saya membantu untuk menagihkan dan dibuatkan surat. Faktanya saya mereka jadikan musuh. Mobilku saja saya gadaikan ke Balai buat bekerja, tapi mereka tidak pernah pikirkan. Akhirnya sekarang, saya dilaporkan ke Polda sama si pemodal saya” ungkap Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga membeberkan Indikasi penyimpangan pada proyek yang digarap oleh PT Sentra Multikarya Infrastruktur atau PT SMI dengan nomor kontrak HK.02.01/KONT/SPPP.ST/PSPPOP.II/02/2020 tersebut.
Dari pengakuan Mahfud, dari 19 unit bangunan sekolah yang direncanakan direhabilitasi dan direkontruksi, hanya 18 sekolah yang terealisasi dikerjakan. Tidak hanya itu, nilai kontrak pada proyek itu, belakangan ini dinaikan pasca dilakukan adendum ketiga, dari semula Rp37,41 miliar menjadi Rp43 miliar.
“Saya subkon 16 sekolah, Erwin Lamporo 2 sekolah, jadi hanya 18 sekolah saja. Sudah hilang 1 sekolah, bukan berkurang kontraknya tapi malah melambung tinggi !. Kalau sekarang saya kurang tau, waktu saya disingkirkan semua tidak ada yang selesai. Tapi saya liat sudah dikerjakan lagi tambahanya” beber Mahfud.