BERBURU EMAS DI HUTAN LINDUNG

Tambang di gunung desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, tak cuma mengantar puluhan pekerja menjemput maut di dalam lubang galian, tapi juga membuat lahan di areal hutan lindung jadi rusak. Mereka tetap bertahan !. Meskipun patroli pengamanan di perketat dilokasi itu. Pemerintah sepertinya tak kuasa menghadapi ulah para penambang !.

Beberapa bulan terakhir dusun Dongi dongi, layaknya gadis cantik ditengah kerumunan jejaka. Ratusan para penambang dari berbagai wilayah beradu peruntungan di hutan itu. Para penambang liar berkerja berkelompok, sebanyak 5 sampai dengan 10 orang, di lubang-lubang galian beratapkan terpal dan daun. Sebagian dari mereka, datang dari luar Sulawesi.

Para penambang emas di lahan konservasi Taman Nasional Lore Lindu, dusun Dongi Dongi. Foto ist

Pemimpin wilayah dilokasi pertambangan itu, sepertinya meresetui dan meminta dukungan agar status pertambangan emas di legalkan sehingga mendapatkan royalti dari tambang. “Kalau z pak untuk masalah Peti mas kalau memang bisa pak pemerintah legalkan” kata Kepala Desa Sedoa, Reynold L.P Kabi, kepada Trilogi, satu pekan lalu.

Reynold L.P Kabi, menjelaskan melalui pesan singkat, bahwa perselisihan mengenai royalti yang jadi alasan kuat dari dorongan masayarakat setempat saa itu, sehingga membuat Pemerintah desa menolak adanya aktifitas PETI dikawasan tersebut. Namun belakangan, aktifitas PETI dilahan kawasan konservasi itu justru kembali berulang, bahkan terang-terangan.

“Lalu memang pengeluhan masyarakat Dongi Dongi sama saya, karena tidak adanya pembagian jadi saya bilang tutup saja. Sekarang kan, masyarakat leluasa kerja. Untuk kepentingan orang banyak kalau memang bisa dilegalkan. Seperti sekarang ini kan, anggaran turun untuk jaga lokasi PETI mas Dongi dongi cukup lumayan besar pertahunya tapi masih ada juga kegiatan. Kalau bisa dilegalkan, kan ada juga pemasukan untuk Pemerintah” kata pria diperkirakan bersusia 40-an itu.

Permintaan Kades Reynold L.P Kabi, seakan memberi ruang gelap bagi para pegundal yang datang dilahan konservasi Taman Nasional Lore Lindu. Aktifitas PETI ini tak hanya menyebabkan hilangnya kayu hutan sekunder yang besar-besar, tapi juga mengancam keberagaman hayati dan masyarakat setempat.

Ditanya apakah benar aktivitas tambang emas di Dongi-Dongi masih berjalan, padahal sudah dijaga aparat keamanan ? Reynold menegaskan bahwa aktivitas tambang emas masih beroperasi secara diam-diam atau dilakukan pada malam hari.

“Sampai saat ini iya masih jalan, Tapi kalau untuk penambang yang melapor ke Pemdes tidak ada,” jelasnya.

Tambang emas Dongi dongi boleh jadi satu-satunya penambangan emas yang diusahakan penduduk. Konon setelah penambang menemukan emas dari hutan sana, areal penambangan saat I ni yang jaraknya 80 kilometer dari Kota Palu, kembali ramai sejak masa pandemik Covid 19 terjadi. Digarap ratusan bahkan sampai ribuan orang itu, kini arealnya sudah mencapai 15 hektare lebih.

Mereka datang dari berbagai wilayah dengan cara berkelompok. Mereka berlomba menggali hingga 20 meter. Jenis batuan berkadar emas yang tertanam disana mereka sebut Rep. Bermodal tenaga, pacul, linggis dan pahat, bongkah rep itu di angkut dari sumur – sumur itu, lalu kemudian di olah.

Untuk memastikan adanya aktifitas penambangan itu, kami pun mencoba menemui dengan salah satu penambang di Palu yang beroperasi di Dongi Dongi, sebut saja Iwan. Dia dan rekan-rekannya di mata Pemerintah tidak memiliki legalitas. Mereka disebut PETI.

Dia bersama 10 orang rekanya sudah tiga minggu berada di lokasi. Meski mengaku bekerja siang malam, dia khawatir penghasilan menggali emas tak akan sepadan dengan biaya yang telah dikeluarkan. Setidaknya ‘tidak kembali modal’ menurut istilah mereka.

Bekerja sebagai pekerja tambang emas, memang jauh dari kesan glamour. Pekerjaan ini lebih mirip berjudi nasib. Tak saja penambang, banyak pula pemodal yang rugi.

“Memang ada sedikit tapi tidak nutup modal, belum baku bagi dengan bek (backing), belum modal, makan, bayar kijang (kuli panggul), belum lagi mobil bawa ke Poboya, habis dijalan,” ucapnya lirih.

Sudah jadi aturan dalam operasi PETI, kata dia, para pengaman operasi atau backing akan mendapat 20 persen dari hasil olahan emas. Jika tidak, jangan harap para pekerja tambang dapat membawa keluar batu emas (rep) yang sudah didapat. Sedang 80 persen digunakan untuk menutup modal dan hutang biaya operasional. Sisanya, jika ada, baru dibagi rata pada sesama anggota yang berjumlah 10 orang.

Permasalahan tambang emas ilegal yang berada di kawasan Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) belum sepenuhnya bisa terselesaikan. Hal ini diakui oleh Kepala BTNLL Jusman, yang dikonfirmasi Trilogi belum lama ini menjelaskan, permasalahan keberadaan aktivitas tambang emas ilegal di kawasan taman nasional itu adalah kawasan konservasi dan peruntukanya bukan untuk tambang.

“Jadi kita sudah cukup lama itu menjaga sama-sama dengan Kepolisian, tapi juga sebenarnya efektifitasnya banyak di pertanyakan. Seharusnya itu kalau kita masuk dalam bagian birokrasi, itu acuan kita aturan perundang-undangan. Untuk menertibkan aktivitas tambang emas Dongi-Dongi tentu tidak bisa hanya berharap dapat dilakukan dari BTNLL, perlu koordinasi semua pihak terkait,” kata Jusman melalui sambungan telefon.

Jusman mengungkapkan, intensitas orang melakukan pertambangan emas ilegal di wilayah taman nasional sangat luar biasa banyak. Saat ini pasca dilakukan penjagaan oleh kepolisian dan harus diakui akhir-akhir ini ada aparat yang ditugaskan untuk menjaga Kambtibmas aktivitas terpantau menurun.

Para penambang emas tanpa izin di Dongi-Dongi bukan hanya warga lokal, tapi informasi warga dari luar provinsi Sulawesi Tengah juga ada disana. Namun BTNLL memiliki kewenangan terbatas untuk melakukan pendataan maupun penindakan.

“Iya justru eskalasinya itu diawal tahun ini, bahkan kalau sebelum-sebelumnya itu ya, sembunyi-sembunyi jadi bukan steril. Diawal tahun ini kemudian menjadi marak,” jelasnya.

Kalau ditanya berapa banyak penambang, hal inilah yang sedang didata dan dirancang dengan pemerintah daerah dan juga pihak kepolisian bagaimana nanti bisa dilakukan operasi bersama. Untuk melakukan juga pembinaan, tidak semata-mata melakukan langkah represif.

“Data sekarang terakhir kami ada pengumpulan data ful baket disana kita mendata lebih dari 200 lubang, tapi pasti sekarang lebih banyak dari data kita” imbuhnya.

Penanganan aktivitas tambang emas Dongi-Dongi diharapkan bisa secepatnya dilaksanakan bersama pihak terkait dan dengan kepolisian. Jusman mebeberkan, pihaknya sudah menyiapkan strategi untuk menutup lubang dari aktivitas tambang emas di Dongi-Dongi.

“Tadinya kita meyiapkan operasi penertiban dan dan penutupan lubang dan reklamasi, sebenanrnya sebelum pilkada, tapi mempertimbangkan situasi sempat terkendala soal itu. Kita nanti sama sama dengan pemerintah daerah untuk penanganan terpadu. Yang penting saya memastikan personil kita tidak boleh lah itu pagar sampai makan tanaman. Jadi kami pastikan kedalam, teman teman jangan menjadi bagian dari masalah” pintanya.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah melalui pesan Whatsap, Kapolda Sulawesi Tengah, Irjen Pol. Abdul Rakhman Baso dan Kapolres Poso, AKBP Rentrix Ryaldi Yusuf, belum menjawab terkait dengan pengamanan lokasi soal informasi aktifitas pertambangan illegal yang kembali marak di dusun Dongi Dongi. Sampai dengan berita ini terbitkan, pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah belum memberikan pernyataan resminya.

Saat ini penambangan emas liar di hutan lindung dusun Dongi Dongi telah merusak Lingkungan. Lebih cepat lagi, sudah puluhan nyawa tertimbun disana. Area restorasi hutan Dongi Dongi yang menjadi perlintasan satwa endemis Poso itu telah menjadi terbuka, gersang dan tandus.

Tak hanya menyebabkan hilangnya ribuan pohon yang besar-besar, pembukaan lahan tambang emas illegal itu juga mengancam keberagaman hayati dan masyarakat, serta membuka celah bagi para perambah hutan yang dilindungi itu.