Festival Persahabatan Sulteng yang seharusnya menjadi ajang silaturahmi lintas budaya kini menuai kontroversi.
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palu menuntut Gubernur Sulawesi Tengah, H. Rusdi Mastura, untuk mengklarifikasi pernyataannya yang menyebut bahwa undangan acara tersebut hanya diperuntukkan bagi umat Katolik.
Pernyataan itu dinilai berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Palu, Ponsianus Gusti Rambak melalui siaran pers yang diterima Trilogi Sabtu 31 Januari 2025, menegaskan bahwa Festival Persahabatan Sulteng bukanlah kegiatan yang diselenggarakan oleh institusi Gereja Katolik.
“Kami meminta klarifikasi dari Bapak Gubernur terkait pernyataan yang beredar di media sosial. Festival ini bukan kegiatan keagamaan, sehingga kami mempertanyakan dasar pernyataan yang mengaitkan acara ini dengan agama Katolik,” ujar Ponsianus di Palu.
Dalam unggahan di akun media sosial @infosulteng, Gubernur Sulteng disebut memberikan instruksi kepada panitia agar tidak mengundang masyarakat umum, melainkan hanya umat Katolik.
Pernyataan tersebut, menurut PMKRI Palu, menimbulkan kebingungan dan keresahan di masyarakat.
“Kami menilai pernyataan ini sangat sensitif dan bisa memicu ketegangan antar umat beragama. Festival ini sejatinya adalah acara inklusif yang terbuka untuk semua golongan,” tambah Ponsianus.
PMKRI Palu telah berkoordinasi dengan Vikaris Episkopal (Vikep) Palu, Pastor Yangko Alo, Pr, yang menegaskan bahwa Gereja Katolik tidak memiliki keterlibatan dalam penyelenggaraan Festival Persahabatan Sulteng.
“Gereja Katolik tidak terlibat dalam kegiatan ini secara institusional maupun hirarkis,” kata Pastor Yangko Alo.
Selain meminta klarifikasi dari Gubernur, PMKRI Palu juga menuntut panitia penyelenggara agar bertanggung jawab atas ketidakjelasan informasi yang beredar.
Ponsianus menilai bahwa kesalahpahaman ini bisa saja muncul akibat komunikasi yang kurang tepat antara panitia dan pemerintah daerah.
“Bisa jadi Gubernur tidak mendapatkan informasi yang akurat mengenai kegiatan ini, sehingga muncul pernyataan yang keliru. Oleh karena itu, panitia juga harus memberikan klarifikasi secara terbuka,” ujarnya.
Sejumlah tokoh masyarakat dan organisasi keagamaan di Sulawesi Tengah turut mendukung tuntutan klarifikasi ini.
Mereka menilai bahwa pernyataan terkait agama tertentu dalam acara yang bersifat umum harus disikapi dengan hati-hati.
“Kami berharap ada transparansi dalam penjelasan dari pihak terkait, agar tidak terjadi kesalahpahaman lebih lanjut,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Festival Persahabatan Sulteng awalnya digagas sebagai ruang interaksi lintas budaya yang bertujuan mempererat hubungan sosial antar komunitas di Sulawesi Tengah.
Dengan adanya polemik ini, banyak pihak berharap agar ke depannya komunikasi antara penyelenggara dan pemerintah lebih baik, sehingga esensi acara tetap terjaga sebagai sarana kebersamaan bagi seluruh masyarakat.
PMKRI Palu menegaskan akan terus mengawal isu ini hingga ada klarifikasi resmi dari Gubernur Sulawesi Tengah.
“Kami hanya ingin memastikan tidak ada narasi yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat. Semua pihak harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan terkait isu sensitif seperti ini,” tutup Ponsianus.