Banggai Kepulauan – Ada yang berbeda pada proses lelang proyek bencana di Kabupaten Banggai Kepulauan, belakangan hari ini.

Niatnya mungkin lebih selektif dalam memilih rekanan atau mungkin sekedar bagi-bagi proyek, tampaknya hanya beda-beda tipis !.

Baca Juga : Lelang Proyek di Bangkep Disorot, Syarat Teknis Berlapis Jadi Alat Saring ?

Setidaknya itulah yang bisa dilihat pada lelang proyek bencana senilai miliaran rupiah itu justru memantik pertanyaan karena adanya syarat teknis yang dinilai tidak wajar dan diduga digunakan untuk mengunci partisipasi perusahaan tertentu.

Proyek hibah yang dimaksud merupakan bagian dari kegiatan Penataan Sistem Dasar Penanggulangan Bencana. Salah satu yang paling disorot ialah lelang proyek pasang surut Desa Tombos di Kecamatan Peling Tengah.

Dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp5.018.456.000, proyek ini hanya diikuti empat dari 21 perusahaan yang mendaftar. CV Banggai Cemerlang ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan penawaran Rp4,84 miliar.

Baca Juga : Begini Fakta Tiga Kontraktor Menyuap Bupati Nonaktif Banggai Laut Weni Bukamo

Namun, penetapan ini memicu kontroversi. Dalam dokumen pemilihan yang dipublikasikan oleh Pokja pada 18 Juni 2025 dengan Nomor: 0003.3/019.1/POKJA PIL/BPBJ/2025, disebutkan persyaratan penggunaan peralatan berat secara spesifik.

Selain itu, peserta diwajibkan juga memiliki berbagai sertifikasi ISO, termasuk ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS/SMK3. Satu syarat yang paling dipertanyakan adalah kewajiban memiliki sertifikat ISO 37001 tentang sistem manajemen anti-penyuapan (SMAP).

Seorang peserta lelang yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa persyaratan ISO tersebut terkesan berlapis dan dirancang untuk menyaring peserta tertentu.

“Ini seperti dibuat-buat agar hanya perusahaan tertentu saja yang bisa lolos,” ujarnya.

Abdul Salam, Koordinator KRAK Sulteng
Abdul Salam, Koordinator KRAK Sulteng

Kecurigaan semakin menguat ketika Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulteng ikut bersuara. Abdul Salam, Koordinator KRAK Sulteng, menilai adanya dugaan kuat praktik penyimpangan dalam proses lelang tersebut.

“Kami mendesak agar penyidik Polda Sulteng maupun Kejaksaan Tinggi segera turun tangan mengusut lelang ini,” tegasnya kepada Trilogi pada Senin, 14 Juni 2025.

Baca Juga : Proyek Rp150 Miliar Revitalisasi Sungai Palu di Ujung Tanduk | Audit & Dugaan Korupsi Mencuat !

Abdul Salam menduga adanya keterlibatan oknum birokrasi yang memanfaatkan kewenangan untuk mengarahkan hasil lelang kepada pihak tertentu.

“Ini bukan lagi sekadar syarat administratif. Ini indikasi permainan yang bisa merugikan keuangan daerah,” katanya.

Dalam pengamatannya, selisih nilai penawaran yang diajukan peserta lelang memperlihatkan adanya kejanggalan.

Penawaran tertinggi hanya terpaut ratusan juta dari nilai HPS, sebuah pola yang menurutnya mengindikasikan pengkondisian sejak awal.

“Kalau semua perusahaan bisa mengajukan penawaran yang begitu dekat dengan HPS, patut dicurigai ada informasi yang bocor,” tambah Abdul.

Dalam praktik pengadaan pemerintah, sistem lelang terbuka semestinya menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Baca Juga : Rame-rame Menjepit Pokja

Namun di lapangan, penerapan syarat-syarat teknis yang berlebihan justru membuka celah bagi praktik manipulatif.

Dokumen yang dirancang untuk menilai kelayakan peserta dapat berubah menjadi alat seleksi tertutup jika tidak diawasi dengan ketat.

Sementara itu seorang praktisi konstruksi di Kota Palu juga menyayangkan proses ini. Mereka menilai, lelang proyek pemerintah di Kabupaten Banggai Kepulauan seharusnya memberikan ruang seluas mungkin bagi pelaku usaha daerah untuk ikut bersaing.

Penerapan standar berlebih tanpa disesuaikan dengan kapasitas lokal justru membatasi partisipasi.

“Kalau semua syarat harus ISO, perusahaan kecil mana yang bisa ikut?” ujarnya yang enggan disebut namanya.

Berdasarkan informasi yang diterima Trilogi, sedikitnya enam paket proyek rekonstruksi bangunan pengaman pasang surut dan tanggul banjir yang berada di bawah naungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bangkep diduga menggunakan pola syarat tender yang seragam dan tidak wajar.

Enam proyek tersebut merupakan bagian dari program Penataan Sistem Dasar Penanggulangan Bencana yang dibiayai melalui dana hibah bencana. Proyek-proyek ini tersebar di sejumlah desa dan kecamatan di Bangkep, dengan total nilai mencapai miliaran rupiah.

Baca Juga : Main Sulap Dokumen Tender 184 Miliar

Salah satu proyek yang mencuri perhatian ialah lelang Rekonstruksi Bangunan Pengaman Pasang Surut di Desa Bakalinga, Kecamatan Bulagi Utara, dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) mencapai Rp5.056.310.781,22.

Proyek ini dimenangkan oleh CV. Putra Afiet dengan nilai penawaran Rp4.800.796.905,47.

Selain itu, lima proyek lain yang masuk dalam daftar tersebut adalah:

  • Rekonstruksi Bangunan Tanggul Banjir Desa Bolubung, Kecamatan Bulagi Utara, dengan pagu anggaran sebesar Rp4.746.473.000,00.
  • Rekonstruksi Bangunan Tanggul Banjir Desa Tatakalai, Kecamatan Tinangkung Utara, dengan nilai pagu Rp2.954.236.000,00.
  • Rekonstruksi Bangunan Pengaman Pasang Surut Desa Kombutokan, Kecamatan Totikum, dengan pagu Rp3.869.476.000,00.
  • Rekonstruksi Bangunan Pengaman Pasang Surut Desa Lalong, Kecamatan Tinangkung Utara, senilai Rp3.473.517.000,00.
  • Rekonstruksi Bangunan Pengaman Pasang Surut Desa Ponding-Ponding, Kecamatan Tinangkung Utara, dengan pagu Rp3.730.738.000,00.

Meski berbeda lokasi, proyek-proyek ini diduga menerapkan pola persyaratan tender yang identik, membuka ruang spekulasi bahwa lelang telah diarahkan sejak awal.

Sejumlah pihak mencurigai adanya praktik pengkondisian pemenang lelang dalam proyek-proyek yang sejatinya ditujukan untuk pemulihan pascabencana.

Indikasi ini semakin menguat setelah diketahui bahwa sebagian besar peserta lelang berasal dari rekanan yang terafiliasi secara tidak langsung satu sama lain.

Dalam dunia pengadaan barang dan jasa, terlebih menyangkut dana publik, penyimpangan teknis kerap menjadi celah bagi manipulasi. Beberapa kontraktor lokal mencurigai bahwa proses seleksi seolah sudah diarahkan sejak awal.

“Lelang proyek bencana di Banggai Kepulauan ini bukan hanya soal siapa yang paling efisien, tapi siapa yang sudah siap sejak awal dengan syarat yang bisa penuhi,” ujar salah satu peserta lelang.

Abdul Salam berharap proses ini tidak berhenti hanya pada sorotan publik. Ia mendesak institusi penegak hukum untuk membuka kembali seluruh dokumen dan komunikasi selama proses lelang berlangsung.

Baca Juga : Main Serong di Gunung Potong

“Jangan sampai ada yang cuci tangan. Ini adalah kesempatan membongkar kotak pandora dalam sistem pengadaan kita,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa proses lelang proyek bencana alam seharusnya mengedepankan prinsip keadilan dan kompetisi yang sehat.

“Kalau semua proyek pakai syarat teknis yang tidak proporsional, maka siapa pun bisa diduga sedang bermain,” pungkasnya.

Penetapan lelang proyek pengaman pasang surut Desa Tombos, memicu kontroversi. Sorotan makin tajam karena pelaksana lelang dikhawatirkan akan menguntungkan pihak korporasi tertentu.

Sudah dapat dipastikan sejak awal proyek ini ditenggarai ikut dikawal dan terkesan janggal. Lantas, “ Siapa Memainkan Lelang Proyek bencana di Bangkep ?”.

Sampai berita ini diturunkan, pihak Pokja Pemilihan Barang dan Jasa Banggai Kepulauan belum dapat terkonfirmasi atas kritik tersebut. Sementara itu, publik menunggu langkah konkret dari aparat hukum.

Apakah dugaan korupsi lelang proyek di Banggai Kepulauan akan diusut tuntas atau kembali menguap tanpa penyelesaian? Waktu akan membuktikan.