Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News
Investigasi adalah satu-satunya senjata yang tersisa untuk membongkar kabut di balik kematian jurnalis Situr Wijaya. Ditemukan tak bernyawa di kamar hotel Jakarta, tubuhnya membisu, tapi kejanggalan bersuara lantang.
LBH Pers kini memimpin langkah hukum, memburu keadilan yang nyaris dikubur bersama nyawa korban.
LBH Pers tak lagi sekadar lembaga pendamping hukum. Di kasus Situr Wijaya, mereka menjelma menjadi mata tajam yang menyibak kabut kematian seorang jurnalis di tanah ibu kota Jakarta.
Pada 4 April 2025 silam, tubuh dingin Situr Wijaya ditemukan tak bernyawa di sebuah kamar Hotel D Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Ia bukan sekadar jurnalis biasa. Situr adalah mata dan telinga public yang nyalinya terlalu besar untuk diam terhadap ketidakadilan.
Kini, nyawanya terenggut, dan misterinya menggantung di udara, seperti pertanyaan tanpa jawaban.
Merespons kejanggalan demi kejanggalan, Selvianti, istri almarhum yang bekerja sebagai pegawai honorer di Kabupaten Sigi, menunjuk LBH Pers sebagai kuasa hukum.
Penunjukan ini dikukuhkan lewat Surat Kuasa Khusus No. 08/Sk-kuasa/LBHPers/IV/2025. LBH Pers Dampingi Kasus Situr Wijaya bukan sekadar formalitas.
“Kami tidak akan berhenti sampai semua yang terlibat, jika ada, diadili,” tegas Mustafa, S.H., salah satu pengacara dari tim advokat LBH Pers secara tertulis yang diterima Trilogi Rabu 23 April 2025.
Kasus ini menyeret dugaan pelanggaran berat: Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Autopsi Jurnalis Situr Wijaya menjadi titik awal penting untuk membuka tabir kebenaran,” kata Reza Adzarin Arifin, S.H., dari tim hukum.
LBH Pers kini tak hanya mengawal proses di balik meja penyidikan. Mereka menguliti prosedur, mendesak kejelasan, dan menuntut akuntabilitas.
“Kami akan kawal dari Polda hingga ke pengadilan, demi memastikan proses ini tak dikaburkan oleh kekuasaan atau tekanan pihak manapun,” ujar Chikita Edrini Marpaung, S.H., M.A., dengan lantang.
Situr mungkin telah bisu, tapi perjuangannya kini bersuara lewat langkah hukum.
Kepergiannya menyisakan luka dan tanya, namun juga menyulut bara bagi mereka yang percaya bahwa setiap kematian harus diusut, terutama bila menyangkut suara publik.
Di balik tragedi ini, satu harapan tetap menggantung: bahwa hukum tidak akan dikebiri oleh kekuasaan, dan bahwa LBH Pers adalah batu terakhir yang menutup liang misteri, dengan keadilan sebagai nisan.