Krisis air bersih yang melanda Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), Sulawesi Tengah, telah memengaruhi kehidupan 2.662 jiwa di sembilan desa.

Curah hujan rendah hingga sedang selama dua bulan terakhir memperburuk situasi, membuat warga di Kecamatan Bulagi, Bulagi Selatan, dan Bulagi Utara harus mengandalkan air hujan sebagai sumber utama untuk kebutuhan rumah tangga.

“Krisis air bersih ini terjadi karena intensitas curah hujan yang rendah, sehingga sumber mata air berkurang drastis,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sulawesi Tengah, Andi Sembiring, yang dikutip dari Antara belum lama ini.

Menurutnya, warga kesulitan mendapatkan air untuk minum, memasak, dan kebutuhan sanitasi, khususnya mereka yang tinggal di daerah pegunungan.

Desa-Desa Terdampak

BPBD Sulawesi Tengah mencatat sembilan desa terdampak, yaitu Desa Alul, Sosom, dan Toolon di Kecamatan Bulagi, serta Desa Momotan, Pipilogot Paipasu, Palabatu Satu, Mangais, Unu, dan Buluni di Kecamatan Bulagi Selatan.

Desa Terdampak Krisis Air Bersih
Foto Ist

Sebanyak 1.144 kepala keluarga (KK) terkena dampak langsung.

“Di beberapa desa, seperti Desa Alul dan Buluni, warga bahkan harus membeli air bersih atau memanfaatkan sisa air hujan di penampungan,” tambah Andi.

Sementara itu, untuk kebutuhan mandi dan mencuci, warga terpaksa menggunakan air payau yang tersedia.

Potensi Sumber Air Bersih di Sungai Paisu Lalomu Bangkep

Sungai Paisu Lalomu di Desa Lemelu, Kecamatan Bulagi Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), diidentifikasi sebagai salah satu sumber potensial untuk mengatasi krisis air bersih yang melanda wilayah tersebut.

Sungai ini dinilai mampu menjadi solusi jangka panjang bagi ribuan warga yang saat ini kesulitan memenuhi kebutuhan air harian mereka akibat rendahnya curah hujan selama dua bulan terakhir.

Pemerintah daerah bisa menggandeng pemerintah pusat untuk melakukan survei lokasi untuk mengevaluasi potensi pemanfaatan sungai ini.

Upaya ini diharapkan dapat menghasilkan rencana distribusi air yang efektif untuk desa-desa terdampak, khususnya di Kecamatan Bulagi Selatan.

Jika dikelola dengan baik, Sungai Paisu Lalomu dapat menjadi penyelamat bagi 1.144 kepala keluarga yang kini bergantung pada air hujan dan sumber air payau.

Upaya Penanganan

Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Sulteng tengah melakukan survei lokasi untuk menentukan potensi sumber air bersih baru, termasuk di Sungai Paisu Lalomu di Desa Lemelu, Kecamatan Bulagi Selatan.

Survei juga dilakukan untuk penampungan air tambahan di Desa Alul.

“Pasokan air bersih berkala sedang kami upayakan dengan memanfaatkan sumber air terdekat,” jelas Andi.

Pihaknya juga berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk penyediaan mobil tangki air tambahan.

Menurut laporan, curah hujan ringan yang terjadi pada awal November memberikan sedikit harapan. Namun, kondisi ini hanya diperkirakan mencukupi kebutuhan air hingga dua pekan ke depan.

Kebutuhan Mendesak

BPBD mengidentifikasi kebutuhan mendesak berupa tambahan mobil tangki untuk mendistribusikan air bersih secara lebih merata.

“Jika tidak segera diatasi, krisis ini dapat berdampak pada kesehatan warga, terutama anak-anak dan lansia,” ujar Andi.

Dengan curah hujan yang masih belum stabil, warga Bangkep terus berjuang memenuhi kebutuhan air mereka.

Krisis air bersih ini menjadi pengingat akan pentingnya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan di tengah perubahan iklim.

Bangkep, yang secara geografis terdiri dari pulau-pulau kecil, rentan terhadap krisis air bersih.

Ketergantungan pada air hujan dan sumber air terbatas menjadi tantangan utama yang perlu diatasi dengan solusi jangka panjang.

Krisis air bersih di Bangkep menunjukkan urgensi penyediaan infrastruktur air yang lebih baik.  Pemerintah diharapkan dapat mempercepat langkah mitigasi agar situasi ini tidak semakin memburuk.