Debat publik putaran pertama pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Kabupaten Parigi Moutong 2024, yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Parigi Moutong pada 22 Oktober 2024, memunculkan berbagai kritik terkait pelaksanaan.
Acara yang berlangsung di Hotel Swissbell, Kota Palu, itu menjadi sorotan, terutama oleh Ketua Pengurus Daerah Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (PD LS-ADI) Kabupaten Parigi Moutong, Mastang, yang menilai ada beberapa aspek yang perlu dievaluasi.
Mastang menyebutkan bahwa penyelenggaraan debat paslon Parigi Moutong tersebut sudah keliru sejak awal.
Ia menyoroti bahwa lokasi pelaksanaan debat yang berada di luar Kabupaten Parigi Moutong, tepatnya di Kota Palu, bertentangan dengan ketentuan PKPU Nomor 13 Tahun 2024 Pasal 19 Ayat 7, yang mengutamakan agar debat publik dilaksanakan di wilayah provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
“Penyelenggara, dalam hal ini KPU, seharusnya mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Memilih lokasi di luar daerah jelas menyimpang dari ketentuan,” ujar Mastang, Rabu (23/10/2024).
Selain lokasi yang dipermasalahkan, Mastang juga menyoroti kurangnya fasilitas memadai yang disediakan di lokasi debat paslon Parigi Moutong.
Banyak warga Kabupaten Parigi Moutong yang hadir namun tidak mendapatkan akses atau fasilitas yang cukup.
“Banyak warga yang ingin berpartisipasi secara langsung tetapi tidak terfasilitasi dengan baik oleh KPU,” tambahnya. Tidak hanya itu, menurut pengamatannya, jumlah penonton debat yang disiarkan melalui kanal TV dan YouTube KPU juga sangat rendah. “Penonton di TV tidak sampai 1000, sementara di YouTube hanya mencapai 250 penonton, sangat jauh dari total jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) sebanyak 327.357 pemilih,” jelas Mastang.
Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa sosialisasi agenda Pilkada belum maksimal.
Debat paslon Parigi Moutong 2024 ini seharusnya menjadi salah satu momen penting dalam kampanye politik, namun minimnya partisipasi masyarakat menjadi catatan penting bagi KPU.
Mastang menegaskan bahwa KPU harus meningkatkan upaya sosialisasi agar lebih banyak warga yang terlibat aktif dalam tahapan Pilkada ini.
“Debat publik ini adalah salah satu cara bagi masyarakat untuk mengenal lebih dalam visi dan misi calon pemimpin mereka. Namun jika sosialisasi kurang maksimal, tentu akan berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Lebih jauh, Mastang menambahkan bahwa KPU perlu melibatkan pihak eksternal dalam proses sosialisasi Pilkada.
Menurutnya, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, informasi mengenai Pilkada bisa tersampaikan dengan lebih efektif kepada warga Parigi Moutong.
“Kolaborasi dengan pihak eksternal bisa menjadi solusi agar pesan terkait Pilkada bisa diterima dengan baik oleh masyarakat,” tegasnya.
Tidak hanya menyoroti kelemahan penyelenggaraan debat paslon Parigi Moutong, Mastang juga menilai bahwa para calon bupati yang berpartisipasi dalam debat tersebut perlu meningkatkan penguasaan materi visi dan misi mereka.
“Masih banyak calon yang kurang fokus dalam menjawab pertanyaan. Jawaban mereka kadang tidak relevan dengan pertanyaan yang diajukan, ini perlu diperbaiki pada debat berikutnya,” tutup Mastang.
Dengan berbagai kritik ini, diharapkan KPU Kabupaten Parigi Moutong bisa melakukan perbaikan dalam pelaksanaan debat berikutnya dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam agenda Pilkada 2024.