Tambang Ilegal Poboya | Alat Berat, Kolam Emas, dan Jaring Cukong di Lahan CPM

Poboya tak lagi sunyi. Di sela perbukitan Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, dentuman ekskavator terdengar sejak fajar hingga senja.

Di tengah kawasan hutan yang semestinya steril, alat-alat berat membongkar tanah yang mengandung emas. Di kaki bukit Kijang 25, Kijang 30, hingga Bapolapo, aktivitas tambang ilegal itu terus berdenyut.

Investigasi Trilogi hampir sepekan mengumpulkan informasi, sejak bulan Maret 2025, aktivitas tambang emas tanpa izin dikenal sebagai PETI berlangsung terbuka di atas lahan Kontrak Karya PT Citra Palu Minerals (CPM).

Para operator ekskavator bukan bagian dari perusahaan resmi. Mereka bekerja dalam jaringan tertutup yang ditenggarai dimodali cukong, memanfaatkan kelengahan aparat dan celah hukum.

Seorang warga lingkar tambang, yang meminta namanya tak ditulis, mengaku menyaksikan sendiri pergerakan alat berat dan dump truck.

“Ada enam ekskavator. Mereka ambil material dari Kijang 30, Kijang 25, dan Bapolapo. Hampir tiap hari ada kegiatan, kecuali hujan deras,” ujarnya saat ditemui di kawasan Poboya Minggu 29 Juni 2025.

Material tambang yang dikorek kemudian dikirim ke belasan kolam rendaman emas ilegal, yang tersebar di balik semak dan tanah galian. Sumber menyebut, terdapat sekitar puluhan kolam yang aktif, dengan kapasitas bervariasi.

“Sebagian kolam bisa tampung sampai 10 ribu DT (daya tampung). Bahan bakunya dari Bapolapo dan Kijang 30,” katanya. “Yang punya kolam juga yang modali alat berat.” Bebernya.

Tak sulit menebak ke mana aliran uang mengucur. Aktivitas tambang liar di lahan kontrak karya CPM ini diduga dikoordinasi sejumlah cukong yang bukan sekadar punya uang, tapi juga punya jejaring perlindungan.

“Aktifitas diatas sini, rata –rata ada yang beking untuk lindungi kegiatan ini,” kata narasumber itu.

Di lokasi pengambilan material di tiga titik lokasi, antrean dump truck terlihat menunggu giliran mengangkut material emas.

Setiap truk memiliki kapasitas lima kubik. Tujuannya satu: kolam rendaman yang telah disiapkan untuk proses pengolahan.

Di sinilah sianida, bahan kimia berbahaya yang dilarang penggunaannya sembarangan, mulai bekerja. Bahan ini berfungsi memisahkan emas dari material tanah.

Tak satu pun dari kegiatan itu berizin. Namun, nyaris luput dari pandangan dan tindakan tegas dari aparat. Pemerintah daerah pun bungkam.

Padahal, kerusakan lingkungan dan potensi bahaya bagi masyarakat sekitar kian nyata. Hutan lindung terkoyak, aliran air mudah tercemar, dan konflik sosial mulai terasa di tengah warga yang terbagi antara kebutuhan ekonomi dan ketakutan terhadap dampaknya.

Hingga berita ini diturunkan, media ini belum berhasil memperoleh konfirmasi dari pihak PT Citra Palu Minerals (CPM) maupun kepolisian setempat terkait maraknya tambang ilegal Poboya.

Namun, fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa tambang ilegal Poboya bukan lagi sekadar cerita klasik soal emas dan kerakusan.

Ini adalah potret nyata dari keruntuhan tata kelola sumber daya alam, ketika uang lebih bertenaga daripada hukum, dan suara mesin ekskavator lebih lantang dari jeritan lingkungan yang terluka.