Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), dengan kekayaan sumber daya alamnya, menyimpan paradoks yang mencolok: di satu sisi, potensi ekonomi yang besar, di sisi lain, kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang merajalela.

Ironisnya, aparat penegak hukum (APH) seakan enggan bertindak tegas, memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa?

Oleh : DEDI ASKARY,. SH

Tinggal di Mbaliara, Parigi Barat. Pernah menjabat Deputy Direktur Walhi Sulteng & Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng, serta pernah Menjabat Direktur Eksekutif LPS-HAM Sulteng & Menjadi Konsultan Riset ketahanan Pangan di Lembah Baliem (Wamena) Kab. Jaya wijaya, Papua.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keengganan APH:

  1. Keterbatasan Sumber Daya:

◦ Personel: Jumlah personel APH yang terbatas dibandingkan dengan luasnya wilayah Parimo menjadi kendala utama.

◦ Anggaran: Keterbatasan anggaran operasional menghambat mobilitas dan efektivitas pengawasan.

◦ Sarana dan Prasarana: Kurangnya sarana dan prasarana seperti kendaraan patroli dan peralatan pendukung lainnya membatasi kemampuan APH dalam menjangkau lokasi-lokasi PETI yang terpencil.

  1. Kompleksitas Permasalahan:

◦ Jaringan PETI: PETI seringkali melibatkan jaringan yang kompleks, termasuk oknum-oknum yang memiliki pengaruh kuat di daerah.

◦ Dukungan Masyarakat: Sebagian masyarakat lokal bergantung pada PETI sebagai sumber penghidupan, sehingga penindakan dapat menimbulkan resistensi.

◦ Politik Lokal: PETI seringkali terkait dengan kepentingan politik lokal, yang dapat menghambat proses penegakan hukum.

  1. Lemahnya Koordinasi

◦ Antar Instansi: Kurangnya koordinasi antara kepolisian, pemerintah daerah, dan instansi terkait lainnya menyebabkan penanganan PETI menjadi tidak efektif.

◦ Vertikal: Koordinasi antara APH di tingkat daerah dan pusat juga perlu ditingkatkan untuk memastikan dukungan dan supervisi yang memadai.

  1. Potensi Konflik Kepentingan:

◦ Oknum APH: Tidak dapat dipungkiri adanya potensi keterlibatan oknum APH dalam aktivitas PETI, baik secara langsung maupun tidak langsung.

◦ Pengaruh Pengusaha: Pengusaha tambang ilegal seringkali memiliki hubungan dekat dengan pejabat atau tokoh masyarakat, yang dapat mempengaruhi proses penegakan hukum.

Dampak Keengganan APH:

  • Kerusakan Lingkungan: PETI menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti pencemaran air, kerusakan hutan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
  • Kerugian Negara: PETI menyebabkan kerugian negara akibat tidak adanya pembayaran pajak dan royalti.
  • Konflik Sosial: PETI dapat memicu konflik sosial antara masyarakat lokal dan pendatang, serta antara penambang ilegal dan pemilik lahan.
  • Citra Buruk APH: Keengganan APH dalam menindak tegas PETI merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.

Rekomendasi:

  1. Peningkatan Sumber Daya: Pemerintah perlu meningkatkan sumber daya APH, baik dari segi personel, anggaran, maupun sarana dan prasarana.
  2. Penegakan Hukum yang Tegas: APH harus bertindak tegas dan tanpa pandang bulu terhadap pelaku PETI, termasuk oknum-oknum yang terlibat.
  3. Peningkatan Koordinasi: Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi antara semua pihak terkait dalam penanganan PETI.
  4. Pemberdayaan Masyarakat: Masyarakat perlu diberdayakan untuk ikut serta dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas PETI.
  5. Transparansi dan Akuntabilitas: Proses penegakan hukum terhadap PETI harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Keengganan APH dalam menindak tegas PETI di Parimo merupakan masalah kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor.

Diperlukan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak untuk mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa kekayaan alam Parimo dapat dinikmati secara berkelanjutan oleh seluruh masyarakat.