Sinyal Merah di Proyek Enu

Pemerintah diminta serius mengusut penyebab terjadinya kecelakaan kerja dalam proyek Penanganan Lereng ruas Tambu – Tompe – Pantoloan. Target pelaksanaan dan penyelesaian proyek itu, perlu dikaji ulang.

Insiden longsor yang menimbun tiga orang dan menewaskan satu pekerja, mencerminkan betapa kusut pengelolaan proyek yang bersumber dari pembiayaan Japan International Cooperation Agency atau JICA untuk kegiatan Rekontruksi Infrastruktur di Sulawesi Tengah melalui Infratructure Recontruction Sector Loan atau IRSL.

Pengusutan tuntas perlu dilakukan supaya tak ada yang “cuci tangan” dalam peristiwa yang sudah merenggut satu nyawa manusia dilokasi proyek. Dari rentetan pemberitaan yang ada, faktor alam sulit dijadikan kambing hitam.

Tanpa kejelasan data dari pihak yang bertanggung jawab yang mengelolah proyek, besar Kemungkinan penyebabnya kecerobohan manusia. Lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas kejadian ini ?.

Investigasi mendalam perlu dilakukan . Banyak fakta dan data yang perlu diusut, misalnya indikasi terjadinya kesalahan prosedur dalam mengarahkan pekerja.

Saat insiden longsor 5 Maret lalu, proses pelaksanaan proyek sedang dilakukan oleh PT Anugerah Karya Agra Sentosa atau AKAS yang kemudian diketahui di subkon kembali ke PT SMN Bangun Nusantara.

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia -DPR RI, Anwar Hafid menuding bahwa penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 di proyek milik Balai Pelaksanaan Jalan Nasional atau (BPJN) Sulawesi Tengah, masih lemah.

Sinyal Merah di Proyek Enu
Anggota Komisi V DPR RI, Anwar Hafid. Foso ist

Akibat kelemahan K3 itu, mengakibatkan satu orang pekerja tewas akibat insiden longsor saat bekerja menangani lereng gunung di Desa Enu, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala.

“Pertama, ini menunjukkan bahwa lemahnya penerapan K3 di kegiatan tersebut. Kegiatan apa pun yang dilakukan. baik itu kegiatan yang dilakukan pemerintah maupun swasta penerapan K3 harus dilakukan,” kata Anwar Hafid yang dikutip dari group Media Konsorsium Sulawesi Tengah belum lama ini.

Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Tengah ini menegaskan, akibat dari insiden kecelakaan kerja ini membuktikan bahwa K3 belum menjadi prioritas pada proyek yang yang dibandrol mencapai Rp61,3 miliar itu.

“Itu tidak ada tawar menawar. Kalau saya menyimpulkan ini adalah bukti bahwa keselamatan kerja itu belum menjadi prioritas utama. Ini harus, wajib” tegasnya.

Diakhir penyampaianya melalui pesan Whatsap itu, mantan Bupati Morowali dua periode tersebut, meminta kepada kontraktor pelaksana proyek PT AKAS harus bertanggung jawab penuh terhadap korban kecelakaan kerja pada proyek Penanganan Lereng ruas Tambu – Tompe – Pantoloan.

Sementara itu Praktisi hukum Abdul Razak kepada Trilogi, justru mendorong Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah untuk segera mengusut penyebab insiden kecelakan kerja saat melakukan pemasangan Soil Nailing atau penancapan potongan-potongan baja kedalam tanah yang kemudian dilakukan Grouting pada lubang.

Sinyal Merah di  Proyek Enu
Abdul Razak. Foto ist

Saat melakukan aktifitas tersebut, ternyata dilokasi itu terdapat retakan pada bagian lempeng gunung yang berjarak sekira enam meter dari tebing dengan kedalaman mencapai empat meter dan panjang sekira tiga puluh meter.

Tiba-tiba tebing yang berada di diatas para pekerja mengalami longsor yang mengakibatkan para pekerja terjatuh hingga satu pekerja tertimbun material longsoran sampai ditemukan meninggal dunia.

“PT Akas sebagai perusahaan yang berkontrak dengan BPJN, harus bertanggungjawab terhadap kecelakaan kerja yang mengakibatkan satu nyawa melayang, karena PT Akas lah yang punya pekerjaan itu,” katanya.

Menurutnya, kontraktor pelaksana proyek PT AKAS sesuai dengan Nomor kontrak HK 0201-Bb14.5.6/PEN.LERENG/JICA-IRSL/01 tertangal 2 Desember 2022 lalu, tidak boleh lepas tangan atas kejadian yang menimbulkan korban jiwa itu.

Karena pekerjaan penanganan lereng itu merupakan pekerjaan utama, tapi faktanya ternyata pekerjaan itu di subkon kembali kepada perusahaan lain.

“Sebagai pekerjaan utama, seharusnya ditangani langsung PT AKAS sebagai pemegang kontrak, bukan malah di-subkon-kan sebagaimana yang dikatakan Kepala Satuan Kerja PJN I, Edwin Christofel Manurung bahwa itu pekerjaan spesialis bisa ditangani subkon” ujarnya.

Abdul Razak lantas kemudian meminta pihak kepolisian menyelidiki insiden yang sudah menewaskan satu orang pekerja proyek itu, apakah benar karena faktor alam atau human error akibat tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur atau SOP yang ditetapkan perusahaan dalam penanganan proyek itu.

“Kecelakaan itu jangan hanya kita liat sebagai kecelakaan biasa saja, tapi harus diusut dulu agar dapat diketahui apa sebenarnya penyebab kecelakaan itu,” pintanya.

Berdasarkan catatan Trilogi, Proyek Penanganan Lereng Ruas Tambu – Tompe – Pantoloan dianggarakan pada Tahun 2022 -2023, dengan meliputi pekerjaan rehabilitasi minor sejauh satu Kilometer dan Penanganan Longsoran 615 meter.

Proyek ini bersumber dari Loan Agreement No IP-580 untuk IRSL JICA dari pinjaman Bank Dunia yang tercantum pada DIPA Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional wilayah I Provinsi Sulawesi Tengah.