MENANGGUNG DAMPAK DI TAMBANG NIKEL
Investasi di sektor pertambanagan tak lantas mengungkit status sosial masyarakat di sekitar wilayah konsesi. Laut, udara dan darat rusak setelah ada penambangan biji nikel. Kualitas udara di dusun Lima Lambolo, desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia, Morowali Utara, sudah mencapai ambang batas mengkhawatirkan.
Polusi material nikel dan emisi dari PT Central Omega Resources Industri Indonesia (CORII) Tbk, menjadi penyebabnya. Pemerintah setempat, seperti biasanya, tak kuasa menghadapi ulah penambang nikel itu. Kerugian lingkungan dan ancaman kesehatan masyarakat akibat dampak produksi nikel bisa ditaksir mencapai miliaran rupiah. Pemerintah tak boleh lepas tangan !. Trilogi yang bekerjasama dengan Beritamorut.com, akan mengulas polemik ini !.
Minggu sore 14 Februari 2021 sekira pukul 15.00 WITA, seorang warga setempat, merekam kejadian yang berulang-ulang melalui android pribadinya, dimana telah terjadi pencemaran udara akibat polusi material nikel yang berterbangan dilangit. “Liat keadaan debunya pabrik PT COR desa Ganda-ganda, dusun Lima Lambolo” tulisnya. Dalam video yang dibagikan dilaman akun facebook milik Anjas Ana Putra Tunggal, tampak jelas bagaimana langit ditanah Mori, seketika itu menjadi gelap menguning akibat dampak polusi material pertambangan milik PT CORII.
Desa Ganda-ganda di Kecamatan Petasia, praktis dikelilingi ancaman. Hanya berjarak sekian kilometer ke Utara desa itu, terdapat lahan yang dijadikan pusat penambangan biji nikel oleh PT CORII Tbk. Salah satu dusun yang dihuni ratusan jiwa di Desa Ganda-ganda yang terpapar langsung oleh dampak tambang itu, yakni dusun V Lambolo.
Dusun V Lambolo, desa Ganda-ganda berada diujung Utara Kota Kolonedale. Dari pusat kota, dibutuhkan waktu 15 menit perjalanan dengan kendaraan roda empat untuk sampai kesana. Seperti umumnya penduduk desa lain di wilayah Kabupaten Morowali Utara, masyarakat disana hidup dibawah garis ancaman kesehatan serius, meski berada dipusat sumber daya ekonomi.
Berdasarkan laporan yang diterima Trilogi, sudah banyak penduduk sekitar terserang berbagai macam penyakit pernapasan. “Setelah tambang beroperasi, banyak warga terserang penyakit akibat menghirup udara kotor. Asap dan debu pabrik dari perusahaan setiap hari terus terjadi” keluh Anjas, warga setempat di dusun V Lambolo yang sudah menetap sejak tahun 1998 silam.
Keterangan Anjas tadi, tidak jauh berbeda dengan keluhan Eci Lamola yang memangku jabatan ketua kelompok peduli lingkungan desa Ganda-ganda. Menurutnya, pihak perusahaan PT CORII selalu mengulur waktu terkait kesepakat relokasi warga dusun V Lambolo sebanyak 115 Kepala Keluarga (KK).
“Akibatnya warga kami semakin banyak terserang penyakit batuk darah sampai muntah darah dan infeksi paru-paru. Warga yang sakit pun harus pergi berobat sendiri kerumah sakit” katanya kepada kepada jurnalis ini Minggu malam 14 Februari 2021.
Untuk membuktikan keluhanya itu, Eci Lamola pun, kemudian memberikan bukti surat hasil pemeriksaan radilogi beberapa warga yang terserang penyakit pernapasan dampak polusi udara dari pertambangan nikel PT CORII yang telah berlangsung sejak lama. “
Dua, dari sekian banyak masyarakat disana yang terpapar polusi, rata-rata di diagnosa oleh Klinis Hemoptoe mengalami Pneumonia Bilateral atau peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi dengan gejala batuk berdahak dan sesak napas. Setelah dilakukan pemeriksaan foto Thorax AP, terdapat Opasitas inhomogen pada daerah basal paru-paru kanan dan kiri. Petaka ini yang dialami dua warga dusun Lima Lambalo bernama Marvia dan Nurmia.

Sejumlah masyarakat disana jika terbangun pada pagi harinya, kapan mereka bisa melihat langit yang biru pada sebelum-sebelumnya. Yang jelas, saat ini ditanah Mori di kawasan desa Ganda-ganda beberapa bulan terakhir ini, betapa keruhnya langit disana.
Masayarakat disana meyakini, bahwa keruhnya langit dikawasana pedesaan itu bukan karena kabut, melainkan polusi material dan emisi dari pertambangan biji nikel yang mereka lihat setiap harinya. Akibatnya, kualitas udara disana pun terlihat tidak sehat. Populasi rentan terhadap polusi udara, dapat dialami oleh anak-anak, usia lanjut, ibu hamil dan pekerja diluar ruangan.
Manager Eksternal Relation PT COR II, Ratnawati Iriani, sepertinya tidak bisa menyembunyikan kegusaranya, setelah menerima kiriman video peristiwa terjadinya polusi udara dampak aktifitas pertambangan biji nikel yang terjadi dikawasan pemukiman warga itu.

Saat dilakukan konfirmasi oleh media ini melalui pesan instan, secara singkat dia berkelit bahwa peristiwa polusi itu terjadi di akibatkan oleh badai angin “Ini terjadi pada saat badai saja dihari Minggu siang, kenapa di foto hanya pada saat ada badai saja ?” tulisnya dengan kalimat tanya, yang diterima Trilogi.
Saat ditanya soal kesepkatan relokasi masyarakat dusun V Lambolo sebanyak 115 KK yang bermukim dekat lahan pabrik pertambangan biji nikel PT COR II, dia pun memilih bungkam dan tidak menjawab. Meskipun, dirinya mengetahui persis bahwa kesepakat warga dan pihak management PT COR II soal relokasi itu benar terjadi. Sampai berita ini diterbitkan, pihak management PT COR II belum dapat dikonfirmasi secara detail soal permasalahan yang terjadi disana.
Warga Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, mengeluhkan dampak operasi nikel PT Central Omega Resources Industri (CORII). Perusahaan ini membangun smelter nikel berkapasitas 100 metriks ton (MT) pertahun seluas 295 hektar, di tengah-tengah pemukiman masyarakat.
Debu flay ash material yang memiliki ukuran butiran halus berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara sangat berbahaya karena dipakai sebagai tungku dan pembangkit listrik. Saat ini, daerah terdampak meliputi lima dusun di Desa Ganda-ganda, Dusun V Lambolo, paling parah karena rumah penduduk berbatasan langsung dengan tembok pagar pabrik, menyusul Kelurahan Kolonodale, Bahoue Bahontula, Kaya, Gililana, Tana Uge dan dan Tokonanaka.
Hasil riset Trilogi menyebutkan bahwa PT COR II membangun smelter berkapasitas 100.000 ton NPI per tahun dengan teknologi blast furnace. Bangunan smelter terdiri dari empat tungku, masing-masing memiliki kapasitas produksi 25.000 ton NPI per tahun. Perusahaan diklaim PT Central Omega Resources, Tbk, sebagai anak perusahaan dari konsorsium antara PT Jinsheng Mining yang menanamkan 75,16% saham dengan Credit Suisse AG Singapore Trust 24,85% saham.
Laporan publik PT Omega Central Resources 2017 menyebutkan, pada 23 Februari 2016, CORII menandatangani perjanjian kredit investasi US$40 juta dan kredit modal kerja US$18,5 juta dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesian Eximbank). Perusahaan ini telah produksi ferro nikel (FeNi) sejak Maret 2017. Dari smelter telah ekspor perdana pada Juli 2017 sebanyak 7.000 ton FeNi ke Tiongkok.