Mandek Di luar Lancar Di Dalam
Proyek rehab rekon fasilitas pendidikan dasar fase 1B, harus di kaji teliti secara saksama. Bukan hanya karena sejumlah proyek yang mangkrak, melainkan juga karena sejak awal tata kelolanya bermasalah. Proyek ini ditenggarai sarat penyimpangan, juga berpotensi merugikan negara yang ditaksir miliaran rupiah.
Pemerintah pusat harus segera turun membenahi carut-marut percepatan pemulihan pasca bencana infrastruktur fasilititas di sektor pendidikan.
Anggaran jumbo di yang dikelolah Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah Tahun anggaran 2019-2020 itu telah menjadi sumber perputaran uang bagi para vendor.
Sebanyak 19 unit sekolah di Kota Palu dan Kabupaten Sigi mendaptkan bantuan rehabilitasi fasilitas sekolah. Pendanan proyek berasal dari pinjaman bank dunia melalui program Contigency Emergency Response Project (NSUP) dan kegiatan Central Sulawesi Rehabilitation and Recontrion Project (CERC).
Anggaran yang dialokasikan untuk 19 unit sekolah mencapai Rp37.413.102.000. Namun bisa dibilang penampakanya sungguh sangat biasa biasa saja !.
Disinilah publik bertanya-tanya, bagaimana mungkin rehabilitasi gedung masing-masing sekolah menggunakan panel RISHA dihargai hampir Rp2 milar.
Akhir pekan lalu pemerhati sosial dan korupsi di Sulawesi Tengah, yakni Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) bersama Relawan Pasigala menilai pengusutan Polisi pada proyek itu terkesan mandek.
KRAK dan Relawan Pasigala kembali mempertanyakan keseriusan Polisi mengusut dugaan penyimpangan pada proyek senilai Rp37,41 miliar tersebut, harus berlanjut dan bisa menetapkan calon tersangka.
Kordinator KRAK Sulteng, Abdul Salam Adam mengatakan pengusutan kembali kasus yang berpotensi besar merugikan keuangan negara itu akan menjadi satu indikasi keseriusan penyidik dalam mengusut kembali proyek 19 unit sekolah bantuan yang dapat menyeret sejumlah pihak yang terkait.

“KRAK Sulteng mendesak Polisi agar transparan dalam mengusut proyek ini. Dalam pemeriksaanya, Polisi juga harus menjelaskan ke publik terkait perkembangan pengusutan ini” tegasnya.
Menurutnya seruan desakan KRAK Sulteng ini, agar penyidik Kepolisian mempercepat pengusutan ini dan harus ditangani secara professional untuk mencegah indikasi konflik kepentingan yang berpotensi besar akan terjadi.
“Jangan sampai nanti ada intervensi !. Harusnya penyidik memperjelas kasus ini. Kalau sudah pulbaket, maka KRAK akan laporkan persoalan ini ke Mabes Polri dan akan melakukan aksi terkait dengan proyek pasca bencana yang belum selesai dilaksanakan” Jelasnya.
Indikasi penyimpangan dan mandeknya proyek yang digarap oleh PT Sentra Multikarya Infrastruktur atau PT SMI dengan nomor kontrak HK.02.01/KONT/SPPP.ST/PSPPOP.II/02/2020 tersebut, sudah lama berdengung sejak setahun lalu.
Ada kecurigaan bahwa proyek yang dilakukan 4 kali dendum ini terlalu dipaksakan dan bermuatan kepentingan.
Diantaranya Adendum I HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/PSPPOP.II/02/2020 pertanggal 26 November 2020.
Adendum II HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/PPK-PS.II/01/2021 pertanggal 31 Maret 2021, Adendum III HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/PPK-PS.II/02/2021 pertanggal 29 Juni 2021, dan Adendum IV HK.02.01/ADD/FASDIKDASAR 1B/ PPK-PS.II/03/2021 pertanggal 27 November 2021.
Tak salah jika di proyek ini, publik menilai sebagi praktik proyek ditenggarai nakal. Di proyek ini kontraktor PT SMI dengan leluasa melanggar kontrak tanpa khawatir kena sanksi. Terbukti hingga saat ini PT SMI masih leluasa mengikuti sejumlah tender di wilayah lain.
Dalam praktik lazim, pemilik proyek semestinya berhak memutuskan kerja sama jika kontraktor gagal memenuhi janji. Namun Ironi, justru pihak BP2W memberikan kelonggaran kepada pihak kontraktor dengan 4 kali adendum mesikipun gagal memenuhi kontrak.

Relawan Pasigala menilai pengawasan yang dilakukan BP2W Sulteng terhadap pengerjaan proyek proyek rahab rekon 19 unit sekolah itu dituding lemah.
Hal ini terbukti dengan ditemukanya sejumlah persoalan rumit di lokasi sekolah itu belum rampug dan banyak menyalahi aturan.
“Pengerjaanya tak kunjung selesai, padahal batas waktu kontrak sudah habis. Sejumlah vendor babak belur belum terbayarkan. Saya akan aksi minggu ini, sekalian saya akan laporkan ke KPK “ tegas Raslin ketua Relawan Pasigala, kepada Trilogi.
Raslin mengungkap dari hasil penelusuran bersama anggota komisi X DPR RI, Sakinah Aljufri, di sejumlah sekolah tersebut, ditemukan banyak persoalan rumit.
Proyek yang di danai dari pinjaman bank dunia senilai Rp37,41 miliar itu, dituding berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Beberapa pintu, jendela, dan, wc sekolah tersebut dikerjakan asal asalan tanpa pendekatan Build Back Better, terlihat beberapa panel yang sudah retak-retak, tidak presisi, baut dan plat strip diduga juga abal-abal. Bangunan sekolah itu berpotensi mengancam keselamatan anak didik karena beberapa strukturnya miring” bebernya.
Selain itu, kata Raslin, ada satu sekolah yang berada di Kabupaten Sigi, sejumlah guru berkeluh kesah terkait dengan belum rampunganya bangunan sekolah yang dikerjakan dua tahun yang lalu.
Meski begitu, para guru tetap nekat melakukan aktifitas belajar mengajar didalam bangunan yang belum rampung 100 persen itu.
“Madrasah Tsanawiah Kaleke guru-guru mengeluh itu. Hasil penelusuran kami bersama Komisi X DPR RI lalu, ada sekitar 17 unit sekolah Madrasah fase 1B yang tersebar di Kota Palu dan Sigi belum ada yang rampung 100 persen, padahal proyek itu dikerjakan dari tahun 2020” jelasnya.
Atas persoalan kemanusiaan itu, Relawan Pasigala berencana akan melaporkan masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Saya akan laporkan ke KPK karena APH di Palu terkesan lamban menangani kasus tersebut. Kami jadi menduga, ada apa dibalik kasus yang sudah nyata-nyata berpolemik, namun tidak bisa ditindaklanjuti ?” tanya Raslin.
Sebelumnya di bulan April lalu, Kepolisian Resort Palu telah memangil sejumlah pihak terkait dalam urusan proyek rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pendidikan dasar fase 1B. Dari bisik-bisik yang beredar dari sumber di Kepolisian disebutkan, sejumlah pihak yang terkait dalam urusan proyek itu sudah memenuhi undangan pemanggilan penyidik.
Diantaranya PPK Strategis II, Bendahara BPPW Sulteng, Kepala BPPW Sulteng, Kontraktor pelaksana PT SMI dan konsultan pengawas TMC CERC PT Yodya Karya.
Namun demikian, sumber belum bersedia membeberkan secara detil keterangan terkait pemangilan terhadap penyelenggara negara dan pihak swasta yang berurusan dengan proyek dengan Nomor kontrak HK.02.01/KONT/SPPP.ST/PSPPOP.II/02/2020 tersebut.
“Sudah dipanggil, tapi sudah lama kayaknya, bulan lalu !” Tulis sumber Trilogi secara singkat yang meminta identitasnya tidak dipublis. Keterangan ini juga turut disampaikan oleh orang dekat pihak swasta, yang menyebutkan adanya pemanggilan terkait pengusutan proyek ini.
“Semua sudah dipanggil itu, Philips, PPK, Kepala Balai. Cuman tidak ditahu kenapa bisa aman-aman saja ?” tanya sumber.
Proyek rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pendidikan dasar fase 1B dengan anggaran fantastis ditengah situasi percepatan pembangunan pasca bencana, jelas mencedrai rasa keadilan publik.
Sudah sepatutnya institusi berwenang segera mengungkap dugaan indikasi korupsi proyek ini.
Ditengah kondisi pendidikan yang baru pulih dari pasca bencana, masih ada saja oknum-oknum berani memainkan anggaran bantuan pendidikan. Tidak sepatutnya kita memberi ruang bagi penggarong anggaran publik.