Para bandar emas dituding atas keberadaan puluhan alat berat untuk mengesploitasi kawasan hutan Pogogul dan kawasan hutan Tolitoli secara ilegal. Polisi baru menyita barang bukti logistik penambangan. Para bandar emas pun, belum tersentuh !.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Irjen Pol Rudy Sufariadi, diperhadapkan dengan masalah yang selama ini menjadi beban masyarakat Buol dan Tolitoli.
Para bandar emas merupakan sumber tantangan terbesarnya. Rudy diharapkan bisa menjadi figur dalam membongkar jaringan mafia tambang di sungai Tabong.
Para Bandar emas sungai tabong dianggap telah melanggar Undang-Undang (UU) Minerba, Pencemaran Lingkungan dan TPPU atau Tindak Pidana Pencucian Uang hasil dari usaha Penambangan Tanpa Izin (PETI).

Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) mendesak Irjen Pol Rudy Sufahriadi, mundur dari jabatan Kapolda jika gagal menertibkan dan menangkap bandar emas sungai tabong di Kabupaten Buol.
“Tertibkan Pertambangan Tanpa Izin di Tabong atau Kapolda Rudy mundur dari Jabatannya !. Langkah penegak hukum seperti hanya main kucing-kucingan, nanti seketika timbul korban baru kemudian penegak hukum muncul bagai pahlawan kesiangan” tulis Sekjend PB LS-ADI, Asriadi R. Sunuh melalui pers rilis yang diterima Trilogi, Kamis malam 8 Juli 2022.
Menurutnya dibalik aktifitas ilegal mining tersebut, para bandar itulah yang menjadi penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan di Buol dan Tolitoli.
Hal ini diperparah lagi dengan lemahnya penegakan hukum dan pengawsan aparat negara. Kasus PETI yang ditenggarai melibatkan para oknum aparat sebagai beking, merupakan bukti paling konkret.
“Padahal jelas pertambangan Illegal tanpa Izin ini sudah melanggar ketentuan undang-undang dan begitu berakibat fatal bagi masyarakat yang ada. Seperti halnya kemudian pertambangan sungai tabong, yang kini mendapat kecaman lagi dari masyarakat pasalnya pasca di tertibkan beberapa bulan kemarin kini mulai beroprasi kembali bahkan terlihat lebih banyak lagi menurunkan alat berat untuk beroprasi” jelasnya.
Oleh sebab itu, kata Asriadi, Kapolda harus menegur jajaranya atas keterlambatan dan diduga kurang serius menuntaskan praktek PETI di sungai tabong. Hal ini kemudian menimbulkan tanda tanya terkait peran pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penyelesain terkait Pertambangan Illegal.
“ Beberapa hari kemarin Gubernur Sulawesi Tengah sudah melayangkan surat ke Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah untuk melakukan penertiban. Kita tinggal menanti langkah kongkrit dari Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah dalam menuntaskan pertambangan emas tanpa Izin ini” ungkapnya.
Asriadi mengatakan penertiban terhadap pelaku PETI di sungai tabong memang harus segera dituntaskan sampai ketitik pendanaan, karena demi keberlangsungan kehidupan masyarakat khususnya ancaman kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Namun demikian apabila tidak disertai dengan penindakan hukum, pengerusakan ligkungan akibat aktifitas ilegal itu, justru hanya dinikmati oleh segelintir orang saja kekayaan alam di Kabupaten Buol dan Tolitoli.
“Namun ketika halnya ini tidak dapat dituntaskan, tentunya kita dapat membenarkan issue yang terjadi hari ini bahwa para oknum penegak hukum banyak bermain mata dengan pelaku penambang illegal. Kita ingin segera dilakukan penertiban PETI. Dalam 2 minggu kedepan Buol dan Tolitoli harus bebas PETI, jika tidak maka lebih baik Kapolda Rudy Sufahriadi mundur dari jabatannya dan digantikan oleh pimpinan yang lebih profesional” pintanya.
Masifnya praktik PETI di Sungai Tabong, Kabupaten Buol mendapat sorotan berbagai pihak. Pasalnya, lokasi tambang yang masuk wilayah Desa Kokobuka, Kecamatan Tiloan, Kabupaten Buol itu kini telah luluh lantak akibat dikeruk menggunkan alat berat jenis Exavator.
Puluhan unit Exavator bekerja siang malam untuk mengeruk material yang mengandung emas hingga kedalaman 15 meter. Akibatnya, sekira 15 kilometer bantaran Sungai Tabong kini telah luluh lantak dan mengancam keselamatan masyarakat di 18 desa di Kabupaten Buol yang berada di hilir Sungai Tabong.
Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), H. Rusdy Mastura juga sudah meminta kepolisian untuk menindak pelaku Peti di Sungai Tabong.
“Aktifitas pertambangan apapun yang illegal, segera ditertibkan dan pelakunya dapat ditindak tegas dan diadili secara hukum. Agar menjadi pembelajaran ke depan kepada publik,” ujar gubernur dalam keterangan tertulis, Rabu 6 Juli 2022.
Sebelumnya, Bupati Buol dr. Amirudin Rauf juga menyampaikan ancaman bencana alam akibat aktifitas tambang emas ilegal itu. Amirudin Rauf juga menyampaikan bahwa di bagian hilir yang menjadi sumber air bersih bagi warga kini juga sudah bercampur lumpur.
“Sungai tersebut mengalir melintasi beberapa desa di Kabupaten Buol, air sudah keruh bercampur lumpur, padahal air tersebut juga dimanfaatkan masyarakat sekitar,” kata bupati dalam dialog di RRI, pada Senin 4 Juli 2022.
Aktifitas PETI di sungai tabong diyakini karena ada yang menjadi bandar. Pertanyanya kemudian, sangat mustahil hanya masyarakat biasa yang melakukan penambangan menggunakan alat berat jenis exavator.
Publik meyakini, para pemberi modal alias bandar emas juga bukan hanya dari Kabupaten Buol dan Tolitoli saja. Berdasarkan bisik-bisik informasi yang beredar, pelaku yang di duga sebagai bandar emas sungai tabong disebut-sebut, berasal dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Cukong itu disebutkan yang membiayai pelaku tambang dengan mengerahkan sejumlah nama pemilik puluhan Exavator di lokasi tersebut. Beberapa nama tersebut diantaranya berinisial DR alias DM sebanyak 4 unit Exavator, HU (6 unit), SB (9 unit), LB (4 unit), AR (2 unit), AO (1 unit).
Masalah tambang ilegal di sungai tabong saat ini sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Praktik-praktik itu muncul akibat hadirnya para bandar emas berdiri dibelakang para penambang. Duit hasil tambang ilegal ditenggarai mengalir deras kesana kesini.
Jangan sampai ada lagi main mata antara pengusaha tambang dengan pemangku kebijakan, jangan ada lagi perselingkuhan antara penambang dengan aparat. Sebab serampangan mengesploitasi kekayaan sumber daya alam, sama halnya dengan menjual tanah air sendiri.