Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News

Kota Palu  – Pembangunan Jalan Layang Anti Tsunami di Kota Palu terus dikebut sebagai bagian dari proyek mitigasi bencana di Sulawesi Tengah.

Proyek ini merupakan inisiatif Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Direktorat Jenderal Bina Marga melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Tengah guna meningkatkan ketahanan infrastruktur terhadap ancaman gempa bumi dan tsunami di wilayah pesisir.

Baca Juga : Elevated Road Jalan Cumi-Cumi Urat Nadi Baru Transportasi di Kota Palu

Jalan layang ini dibangun di sepanjang Jalan Rajamoili hingga Cut Mutia dengan panjang 2,121 kilometer.

Infrastruktur ini dirancang setinggi tiga meter guna memastikan ketahanan terhadap bencana alam yang kerap melanda wilayah tersebut.

Pembangunan ini tidak hanya bertujuan sebagai jalur transportasi, tetapi juga sebagai rute evakuasi bagi masyarakat saat terjadi tsunami.

Menurut Rizky Ananda, ST, MT, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 2.5 Provinsi Sulawesi Tengah, proyek ini merupakan bagian dari konsep Build Back Better (BBB) yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan infrastruktur pascabencana.

Baca Juga : Penghubung Utama di Kota Palu, Jembatan Palu IV Segera Rampung

“Kami memastikan pembangunan ini selaras dengan kajian ilmiah dan standar keamanan. Jalan Layang Kota Palu dibangun dengan mempertimbangkan aspek mitigasi bencana guna meminimalkan dampak tsunami,” ujar Rizky melalui siaran pers yang diterima Trilogi Sabtu 15 Maret 2025.

Proyek ini juga mengacu pada rekomendasi komite penasihat Jepang terkait mitigasi bencana tsunami dan likuefaksi.

Studi tersebut menyarankan peninggian jalan sebagai upaya mengurangi risiko banjir akibat gelombang laut besar.

Struktur Ketahanan Tsunami

Untuk menjamin ketahanan terhadap tsunami, proyek ini mengadopsi dua metode perlindungan utama, yakni Toe Protection dan Retaining Wall.

Struktur Ketahanan Tsunami Jalan Layang

Toe Protection diterapkan di wilayah yang memiliki cukup lahan untuk struktur miring, sementara Retaining Wall digunakan di area dengan keterbatasan lahan.

Baca Juga : PT Bumi Duta Persada Percepat Rehabilitasi Infrastruktur Jalan di Palu

Toe Protection bertindak sebagai peredam gelombang dengan memanfaatkan block armor guna mengurangi dampak erosi dari air laut.

Sementara itu, Retaining Wall dirancang untuk menjaga kestabilan jalan layang, khususnya di area pesisir yang rentan terhadap pergerakan tanah akibat gempa.

“Kedua metode ini dipilih agar infrastruktur tetap kokoh meskipun menghadapi ancaman bencana besar,” tambah Rizky.

Selain pembangunan fisik, pemerintah juga menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat terkait langkah-langkah evakuasi jika terjadi bencana.

Baca Juga : IJD Wani-Lanta Rampung, BPJN Sulawesi Tengah Permudah Akses Ekonomi & Sosial di Donggala

Pemanfaatan jalur evakuasi, pemahaman tanda-tanda awal tsunami, serta edukasi tentang kesiapsiagaan menjadi bagian dari strategi mitigasi yang diterapkan.

BPJN Sulteng menekankan bahwa proyek ini bukan sekadar pembangunan jalan, tetapi juga bagian dari upaya besar dalam membangun ketahanan kawasan pesisir.

Dengan adanya Jalan Layang Anti Tsunami, diharapkan mobilitas warga tetap terjaga dan dampak bencana dapat ditekan seminimal mungkin.

Pembangunan infrastruktur berbasis mitigasi ini menjadi bukti komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat dari ancaman bencana alam.

Dengan proyek ini, Kota Palu semakin siap menghadapi kemungkinan tsunami di masa depan, sekaligus menjaga kelangsungan aktivitas ekonomi dan sosial di wilayah pesisir Sulawesi Tengah.