Hutan Uwentumbu dan mata air terakhir di Kelurahan Buluri, Kota Palu, Sulawesi Tengah, kini berada di bawah ancaman besar akibat masifnya eksploitasi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pembangunan Ibukota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Koalisi Petisi Palu-Donggala, yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan komunitas lokal, melakukan aksi penyelamatan pada bulan lalu untuk menyoroti dampak negatif dari proyek ini terhadap lingkungan hidup dan sumber mata air warga.
Baca Juga : KPPD Gelar Upacara ‘Uwentumbu Merdeka dari Tambang' | Simbol Perlawanan di Hari Kemerdekaan RI ke-79 !
Aksi penyelamatan ini diawali dengan penanaman pohon Kaili sebagai simbol komitmen untuk melindungi hutan Uwentumbu dari kerusakan. Selain itu, koalisi juga membentangkan spanduk besar bertuliskan,
“Selamatkan Hutan Uwentumbu dan Mata Air Terakhir dari Pertambangan Batuan dan Pasir,” sebagai bentuk protes terhadap peningkatan aktivitas pertambangan di Pesisir Palu-Donggala.
Arman, Koordinator Koalisi Petisi Palu-Donggala, menyampaikan bahwa penyelamatan hutan Uwentumbu bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup masyarakat setempat.
“Penanaman pohon dan pembentangan spanduk ini adalah desakan kepada pemerintah untuk tidak sembarangan menerbitkan izin konsesi. Kelestarian lingkungan harus menjadi pertimbangan utama,” ujar Arman.
Arman juga mengingatkan perusahaan tambang agar lebih memperhatikan dampak aktivitas mereka terhadap lingkungan hidup.
Baca Juga : 79 Tahun Merdeka | Petani Sulawesi Tengah Masih Terjajah, Kapan Sejahtera ?
“Eksploitasi tanpa pertimbangan kemanusiaan sangat membahayakan. Pohon-pohon di sekitar mata air semua berdebu, ini menunjukkan bahwa perusahaan mengabaikan kesehatan warga. Jika pohon-pohon berdebu, maka airnya juga pasti terdampak,” tambahnya.
Menurut data yang dihimpun oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, hutan Uwentumbu dan sumber mata air di sekitarnya berpotensi besar masuk dalam konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batuan dan Pasir.
Taufik, Koordinator JATAM Sulawesi Tengah, menekankan bahwa upaya penyelamatan hutan dan sumber air ini terus dilakukan untuk mencegah hilangnya sumber penghidupan terakhir bagi warga sekitar.
Baca Juga : Regulasi Tambang Batu Gamping | Desa Lelang Terancam !
“Kami mendesak pemerintah untuk mengevaluasi seluruh kegiatan pertambangan di wilayah Pesisir Palu-Donggala. Dampak buruknya sangat nyata, dan kita tidak bisa mengabaikannya,” tegas Taufik.
Gerakan ini juga mendapatkan dukungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah.
Wandi, Pengkampanye WALHI Sulawesi Tengah, menegaskan bahwa aksi ini merupakan tanda bahaya atas ancaman serius yang dihadapi hutan Uwentumbu dan sumber mata air terakhir di wilayah tersebut.
“Gempuran industri tambang dengan target 30 juta ton material untuk IKN secara tidak langsung memperluas area eksploitasi, yang pada akhirnya akan menghilangkan sumber penghidupan warga,” jelas Wandi.
WALHI Sulawesi Tengah juga mendesak pemerintah untuk segera mencabut izin pertambangan yang telah dikeluarkan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sepanjang Pesisir Palu-Donggala.
Baca Juga : Batu Gamping | Pertaruhan Hidup Desa Lelang Melawan Tambang !
“Kita tidak bisa terus melanggengkan kejahatan lingkungan ini. Hak hidup warga harus diutamakan,” tegas Wandi.
Aksi penyelamatan hutan Uwentumbu dan mata air terakhir di Kelurahan Buluri ini menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap eksploitasi berlebihan yang mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam lokal.
Masifnya suplai material dari Sulawesi Tengah untuk pembangunan IKN di Kalimantan Timur telah membuka mata banyak pihak akan perlunya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Baca Juga : Sesak Udara di Tambang Batu
Dengan dukungan berbagai organisasi masyarakat sipil dan komunitas lokal, perjuangan untuk melindungi hutan Uwentumbu dan mata air terakhir di Buluri akan terus berlanjut.
Harapannya, aksi ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah dan pihak terkait untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan yang menyangkut kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan di wilayah ini.