Penataan HGU Sawit Sulawesi Tengah

Isu tumpang tindih HGU (Hak Guna Usaha) perkebunan kelapa sawit dengan kepemilikan tanah masyarakat kembali mencuat di Sulawesi Tengah.

Hal ini disampaikan oleh pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng 2024, Anwar Hafid dan Reny Lamadjido, dalam pertemuan dengan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI, Ossy Dermawan.

Pertemuan tersebut berlangsung di Hotel Bintang Lima di Palu, pada Rabu (4/12) sore.

Anwar Hafid, yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Sulteng, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai keberlanjutan masalah tumpang tindih HGU sawit yang melibatkan perkebunan baik milik pemerintah maupun pihak swasta.

Ia menilai bahwa hal tersebut telah menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang tanahnya tumpang tindih dengan hak kelola perusahaan sawit.

“Sudah sering kami sampaikan masalah ini, terutama mengenai tumpang tindih HGU dengan kepemilikan masyarakat. Ini menjadi keluhan serius di beberapa daerah, termasuk di Morowali dan Morowali Utara,” ujar Anwar Hafid dalam sambutannya.

Masalah tumpang tindih HGU sawit di Sulawesi Tengah bukanlah hal baru.

Beberapa laporan menunjukkan adanya dugaan pencaplokan lahan oleh perusahaan-perusahaan swasta terhadap tanah dengan status HGU yang dimiliki oleh BUMN maupun pihak swasta.

Salah satu contoh kasus adalah dugaan pencaplokan yang dilakukan oleh PT Rimbunan Alam Sentosa (RAS), anak usaha dari PT Astra Agro Lestari (AALI) Tbk, di Morowali Utara.

Menyikapi hal tersebut, Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan, mengakui bahwa pengelolaan pertanahan di Indonesia masih menghadapi banyak kekurangan.

Dalam responsnya terhadap keluhan Anwar Hafid, Ossy Dermawan menegaskan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti masalah tumpang tindih HGU sawit di Sulawesi Tengah.

“Terkait dengan HGU, itu menjadi catatan kami. Mohon diberikan datanya secara detail agar bisa kami telusuri lebih lanjut,” ungkap Ossy Dermawan.

Pemerintah, melalui Kementerian ATR/BPN, berencana melakukan penataan ulang terhadap HGU perusahaan perkebunan sawit yang bermasalah.

Ossy Dermawan juga menyampaikan bahwa telah dibentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani permasalahan HGU sawit.

Penataan ulang ini, menurutnya, akan fokus pada perusahaan perkebunan kelapa sawit, untuk memastikan bahwa seluruh lahan yang dikelola sesuai dengan ketentuan dan tidak menimbulkan sengketa.

Namun, isu tumpang tindih HGU sawit tidak hanya melibatkan Kementerian ATR/BPN.

Isu ini juga menyentuh kewenangan kementerian lain, seperti Kementerian Kehutanan, terutama terkait dengan lahan yang berada dalam kawasan hutan.

Ossy Dermawan menegaskan bahwa setiap persoalan terkait kawasan hutan harus melibatkan koordinasi antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan, karena ada peraturan yang mengatur pembagian kewenangan tersebut.

“Kami akan terus mengurai setiap permasalahan ini, apalagi dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto agar pengelolaan tanah dilaksanakan secara adil, merata, dan berkesinambungan,” tegas Ossy.

Meskipun demikian, masyarakat di Sulawesi Tengah berharap bahwa penataan ulang HGU sawit yang dijanjikan pemerintah dapat segera direalisasikan, mengingat banyaknya laporan mengenai tumpang tindih HGU yang masih menimbulkan ketidakpastian bagi pemilik tanah.

Selain itu, masyarakat juga mendesak agar pemerintah lebih tegas dalam menindak perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pencaplokan lahan, agar tidak merugikan warga setempat.

Tumpang tindih HGU sawit di Sulawesi Tengah adalah masalah kompleks yang melibatkan banyak pihak, baik pemerintah daerah, perusahaan swasta, maupun masyarakat.

Upaya penataan ulang yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN diharapkan dapat membawa solusi yang lebih adil dan transparan dalam mengelola pertanahan di daerah tersebut, serta mengurangi ketegangan yang ada di kalangan masyarakat.

Dengan penanganan yang lebih serius dan koordinasi antar lembaga yang lebih baik, diharapkan masalah tumpang tindih HGU sawit di Sulawesi Tengah bisa segera diselesaikan, memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat, dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.