Banggai Kepualuan – Lelang proyek di Bangkep tak lagi soal harga terendah. Di balik lelang proyek pengaman pasang surut Desa Tombos senilai Rp5 miliar, tersembunyi syarat teknis berlapis yang ditengarai jadi alat penyaring peserta.
Empat penawar yang lolos, satu pemenang ditetapkan, namun dugaan permainan dokumen mulai terendus.
Kali ini, proyek rekonstruksi bangunan pengaman pasang surut di Desa Tombos, Kecamatan Peling Tengah, memicu kontroversi usai penetapan pemenang tender dengan nilai penawaran mendekati harga perkiraan sendiri (HPS).
Proyek yang berada di bawah naungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banggai Kepulauan ini mengundang perhatian karena dugaan adanya syarat teknis yang dianggap menutup ruang bagi penyedia jasa konstruksi lain untuk bersaing secara sehat.
Proyek tersebut tercatat dalam paket kegiatan Penataan Sistem Dasar Penanggulangan Bencana dengan total pagu anggaran sebesar Rp5.018.456.000.
Dari 21 peserta yang mendaftar, hanya empat perusahaan yang memasukkan penawaran harga.
CV Bhineka Banggai Bersatu mengajukan penawaran Rp4,75 miliar, disusul CV Banggai Cemerlang sebesar Rp4,84 miliar, CV Tonggong Peling Jaya senilai Rp4,88 miliar, dan CV Yanamo Jaya dengan penawaran Rp4,89 miliar.
Pada 13 Juli 2025, Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Barang dan Jasa Bangkep resmi menetapkan CV Banggai Cemerlang sebagai pemenang lelang proyek pengaman pasang surut Desa Tombos.
Kontroversi muncul dari isi dokumen pemilihan yang dipublikasikan Pokja pada 18 Juni 2025.
Dalam dokumen itu, peserta diwajibkan memiliki peralatan utama seperti dump truck, excavator, concrete mixer, dan tanker air dalam jumlah tertentu untuk rencana pekerjaan tanah dan Tanggul Pantai.
Selain itu, dicantumkan pula keharusan memiliki sertifikat manajemen mutu (ISO 9001), manajemen lingkungan (ISO 14001), serta manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (OHSAS/SMK3).
Yang menjadi perdebatan adalah persyaratan sertifikat ISO 37001 tentang sistem manajemen anti-penyuapan (SMAP). Salah satu peserta lelang yang meminta identitasnya dirahasiakan menilai syarat tersebut sebagai akal-akalan panitia.
“Persyaratan seperti ISO 37001 sifatnya mengikat sejak awal. Kalau pemenang belum punya, maka tidak boleh berkontrak. Masa kami diminta bersaing jika syarat sudah dikunci seperti itu ?” ujarnya kepada Trilogi, Minggu 13 Juli 2025.
Ia menyebutkan bahwa dokumen teknis, termasuk spesifikasi pada halaman 82 dan 90, secara eksplisit menyatakan bahwa ISO dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan beresiko tinggi.
Dalam Bab V Lembar Data Kualifikasi, persyaratan ISO kembali ditegaskan, dan jika tidak dipenuhi, bisa berdampak pada keabsahan kontrak.
Menurutnya, proses pengurusan sertifikat ISO membutuhkan waktu paling cepat tiga bulan. Sementara durasi pelaksanaan proyek hanya 150 hari.
Jika pelaksanaan baru dimulai setelah ISO diterbitkan, maka tersisa kurang dari dua bulan untuk menyelesaikan proyek.
“Jelas tidak realistis. Kalau proyek seperti ini disebut terbuka dan adil, bagaimana kami bisa percaya lagi ?” ucapnya.
Sementara itu Menanggapi kontroversi tersebut, Achmad Arba selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Rekonstruksi Bangunan Pengaman Pasang Surut di Desa Tombos menegaskan bahwa syarat ISO dalam dokumen tidak bersifat menggugurkan.
“Itu adalah bentuk komitmen terhadap mutu, waktu, serta prinsip keselamatan dan anti-penyuapan sesuai UU Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017,” jelas Arba dalam keterangan tertulis yang diterima Trilogi Minggu 13 Juli 2025.
Ia menyatakan bahwa proyek ini termasuk konstruksi sederhana, tetapi tetap harus memperhatikan aspek keselamatan kerja, dampak lingkungan, dan akuntabilitas mutu.
PPK juga mempertimbangkan fleksibilitas kepemilikan alat berat yang boleh berasal dari hasil sewa, bukan harus milik pribadi perusahaan.
“Kami sudah menghitung secara teknis kebutuhan alat dengan waktu pelaksanaan. Tidak semua usaha kecil memiliki alat berat sendiri, makanya sewa diperbolehkan,” lanjutnya.
Menurut Arba, lelang dilakukan secara terbuka dan kompetitif. Hak-hak peserta lelang telah diatur, termasuk hak menyanggah keputusan Pokja jika ada keberatan.
Sunarto Malabar, Pokja PIL.BPBJ Setda Kabupaten Banggai Kepulauan, dilakukan upaya konfirmasi hingga berita ini diterbitkan belum berhasil terkait substansi teknis dalam dokumen lelang, termasuk persyaratan sertifikat ISO dan kelengkapan alat yang tercantum dalam spesifikasi teknis proyek.
Di tengah polemik, muncul pertanyaan mendasar, apakah proyek dengan nilai di bawah Rp6 miliar seperti Proyek Pengaman Pasang Surut Desa Tombos boleh mensyaratkan sertifikat ISO ?
Regulasi saat ini memang tidak mewajibkan ISO bagi proyek jasa konstruksi di bawah Rp6 miliar. Namun, peserta tetap diwajibkan memiliki dokumen legalitas utama seperti Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK).
Kekhawatiran peserta tender makin tajam karena syarat tambahan semacam ISO dianggap sebagai bentuk pembatasan terselubung dalam proses pengadaan.
Praktik semacam ini dapat menimbulkan preseden buruk bagi transparansi dan aksesibilitas tender pemerintah.
Namun di sisi lain, persyaratan teknis yang terlalu tinggi justru bisa menutup peluang pelaku usaha kecil untuk ikut bersaing.
Transparansi dokumen, kejelasan syarat teknis dalam pelaksanaan menjadi hal mendesak untuk dibenahi. Jika tidak, proyek pemerintah yang sejatinya untuk kepentingan publik justru rawan ditunggangi kepentingan kelompok terbatas.