Ditengah hiruk pikuk urusan percepatan pemulihan infrastruktur bencana, ternyata dihantam badai besar skandal “Pengaturan Bagi-bagi proyek”. Benang kusut dihajatan proyek bencana itu, kini mulai melilit dua nama di Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulteng. “Dua Babeh di Pusaran Lahan Huntap“.
Kejutan muncul belakangan ini, berawal dari pengakuan I Made Puniarta yang juga pelaksana pada proyek berlabel Land Clearing & Land Development yang sejauh ini terungkap dibuat diatas prinsip akal-akalan saja.
Baca Juga : Land Clearing Pusing Tujuh Keliling
Kedua nama itu adalah bekas Kepala BPPW Sulteng, Ferdinan Kana Lo dan mantan PPK PKP-1, Azmi Hayat. Nama Sejoli itu kerap disebut, dalam sengkarut pengaturan proyek penyediaan lahan Hunian Tetap (Huntap – II) diatas lahan seluas 112,1 Ha, dengan nilai anggaran mencapai Rp18,6 miliar di Tahun 2019 lalu.
Pengakuan Made Puniarta itu, seharusnya sudah cukup sebagai petunjuk pintu masuk bagi Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membongkar tabir dalam pengelolaan dana hibah bantuan luar negeri penyediaan lahan huntap bagi penyintas bencana di Kota Palu.
“Ada indikasi terjadi tindak pidana korupsi secara berjamaah di lingkungan BPPW. Olehnya itu, penting kemudian APH masuk melakukan penyelidikan guna membuat terang persoalan tersebut” kata ABD Razak, Direktur LBH Progresif Sulawesi Tengah kepada Trilogi.
Razak mengatakan polemik yang terjadi di BPPW Sulteng yang notabene diberi kewenangan oleh pemerintah pusat dalam kegiatan pemulihan infrastruktur bagi penyintas di Kota Palu, justru di tenggarai ikut “Bermain”, untuk itu agar secepatnya diluruskan sehingga tidak menimbulkan kegaduhan yang berdampak bagi jalanya percepatan pemulihan bagi penyintas.
“Kenapa hal itu penting penegak hukum masuk !.Ini soal dana penyelamatan kemanusiaan, artinya jika hal ini bermasalah tentu ada ribuan orang yang diambil haknya” ungkapnya.
Menurutnya kegaduhan yang timbul soal skandal “Pengaturan Bagi-bagi proyek” diakhir pelaksanaan penyediaan lahan huntap di Kelurahan Tondo dan Talise yang dibiayai dari dana pinjaman bantuan luar negeri tersebut, perlu dilakukan investigasi secara menyeluruh. Sebab, hal itu sudah melanggar beberapa aturan.
“Kalau ditinjau dari sudut padang hukum pidana, disitu sudah kelihatan ada niat atau bisa dikatakan Mens Rea. Niat adanya dugaan tindak pidana korupsi !. Untuk itu, penegak hukum baik itu Kepolisian atau Kejaksaan sudah seharusnya melakukan tindakan baik itu lidik ataupun penyelidikan” tegas Razak yang juga berprofesi sebagai Advokad itu.
Baca Juga : Siapa yang Bermain Dalam Sengkarut Lahan Huntap !
Skandal “Pengaturan Bagi-bagi proyek” yang menyeret dua nama pegawai Kementrian PUPR, yang terungkap ditengah penantian ribuan penyintas di Kota Palu untuk dibangunkan huntap, justru menimbulkan kekecewaan bagi mereka.
Pasalnya, jangan sampai percepatan pemulihan pemunuhan hak-hak ribuan penyintas yang belum mendapatkan huntap, justru mengalami hambatan pembangunan akibat kegaduhan tersebut.
Hal ini ditegaskan oleh Agus salah satu dari ribuan penyintas Likuefaksi di Kelurahan Balaroa, yang meminta agar pihak yang terkait untuk turun melakukan investigasi terkait pengelolaan dana bantuan.
“Kami meminta persoalan pelanggaran itu diusut tuntas !. Jangan sampai hanya persoalan person untuk kepentingan pribadi justru akan menghambat jalanya pembangunan huntap bagi penyintas. Ingat, karena sampai hari ini, ada ribuan penyintas belum mendapatkan haknya dari pemerintah” kata Agus.
Benang Merah Made Puniarta
Berkas laporan penagihan pembayaran pekerjaan Land Clearing & Land Development untuk penyediaan lahan Huntap II milik PT Rizal Nugraha Membangun yang masuk dalam kemitraan KSO, bolak balik kandas di BPPW Sulteng tanpa ada kejelasan !.
Dari sinilah awal mulah sehingga cerita ini terurai !.
I Made Puniarta selaku kuasa direktur PT Rizal Nugraha Membangun ini tidak bisa menyembunyikan kekesalanya saat bercerita. Dengan suara sedikit meninggi, pengusaha kontruksi asal pulau Bali ini meradang akibat di pimpong berbulan-bulan urusan penagihan sisah pekerjaan senilai Rp3,8 miliar.
“Kita terus berarut-larut , sampai kita dijanjikan sama pak Azmi, kita sudah kasih data semua , akhirnya dia bilang nanti tunggu audit dari BPKP. Dia bilang bulan Oktober pasti dibayar gitu !. Tapi sampai akhir Desember sekarang ini tidak muncul-muncul lagi. Mungkin karena saya tidak sejalan dengan cara-cara mereka, maka saya dibuat begini !” kata Made.
Baca Juga : BONGKAR DULU TERSANGKA KEMUDIAN
Rasa kekecewaan yang sudah meninggi itu, lalu kemudian membeberkannya sejumlah cerita terlarang dalam urusan proyek penyediaan lahan huntap senilai Rp18,6 miliar yang menyerempet beberapa nama pegawai Kementrian PUPR.
Berdasarkan lisan dan bukti dokumen yang dianggap rahasia itu terungkap, terjadi skandal “Pengaturan Bagi-bagi proyek” yang dilakukan oleh mantan Kepala BPPW Sulteng, Ferdinan Kana Lo dan mantan PPK PKP-1, Azmi Hayat kepada tiga perusahaan KSO.
Diantaranya, PT Velovei Bangun Pratama, PT Rizal Nugraha membangun dan PT Ilham Lestari Abadi, yang kemudian ditengah jalan digantikan oleh PT Sapta Unggul. Pembentukan kemitraan KSO itu dilakukan atas perintah Ferdinan Kana Lo selaku kepala BPPW Sulteng ketika itu, melalui Azmi Hayat.
“Menurut Azmi kan itu katanya perintah pimpinanya !. Kirim saja gambar saya WA ini ke pak Ferdinan dan pak Azmi, karena sudah jelas diatur sama pak Ferdinan, ada TTD nya. Sudah jelas disana PT Ilham, setelah saya ribut-ribut malah yang muncul belakangan PT Sapta Unggul yang notabene mendapatkan paling banyak di Balai” ungkap Made melalui pesan Whatsap.
Sebelum berita ini beredar, mantan kepala BPPW Sulteng, Ferdinan Kana Lo, yang kini menduduki jabatan baru di Subdit II Ditjen Cipta Karya, Kementrian PUPR untuk wilayah Indonesia Timur, belum memberikan tangapan ketika dilakukan upaya konfirmasi melalui pesan Whatsap.
Hanya saja bekas anak buahnya yang pernah menjabat sebagai PPK PKP-I, Azmi Hayat, ketika dilakukan konfirmasi secara terpisah sedikit memberikan tanggapan terkait persoalan ini bergulir. Menurutnya bahwa persoalan dengan pihak pelaksana proyek dari PT Rizal Nugraha Membangun sudah dilakukan pertemuan dengan kepala BPPW yang baru.
“Minggu lalu, sepertinya menghadap langsung Kabalai. Sementara ini, saya belum dapat update perkembanganya” tulis Azmi melalui pesan Wa yang diterima Trilogi pada 22 Desember 2021.
Benang kusut pengelolaan dana bencana penyediaan lahan huntap yang menimbulkan polemik ini banyak pihak yang menuding diduga kuat dijadikan sebagai lahan bancakan oleh segelintir oknum-oknum yang terciprat didalamnya.
Untuk itu, institusi yang terkait diminta turun mengusut tuntas praktek-praktek nakal ini. Mata rantai permainan itu akan terus menggurita, jika hal ini terus dibiarkan. Kita tunggu kabar selanjutntnya !.