Sejumlah masyarakat Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah, berharap pemerintah segera membuka kembali lokasi pertambangan. Selama ini, akses tersebut ditutup dengan alasan ilegal dan mencemari lingkungan.

Kepala Desa Kayuboko, Rahmad, didampingi ketua lembaga adat, Ansar Talede, dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Moh Ma’Arif menjelaskan bahwa penutupan tambang dilokasi itu sangat berdampak serius bagi ekonomi masyarakat di tengah wabah pendemik melanda saat ini.

Pemerintah Desa Kayuboko. Foto Sultengmembangun.com

“Semua ini yang menjadi kekhawatiran kami, ketika tambang ini ditutup. Otomatis mereka kembali jadi pengangguran. Dan tidak menutup kemungkinan kondisi ini berpeluang menimbulkan kasus kriminalitas. Apalagi Desa Kayuboko ini paling dikenal sebagai salah satu desa pabrikan miras jenis cap tikus di Parigi Moutong. Mau tidak mau, suka tidak suka karena keadaan ekonomi yang kian terpuruk dimasa Pandemi covid 19, banyak yang kembali kepekerjaan lamanya, membuat cap tikus,” kata Rahmad, seperti dikutip dari Sultengmembangun.com, belum lama ini.

Rahmad menuturkan, pembukaan kembali tambang Kayuboko akan memberikan kepastian perputaran ekonomi kepada masyarakat sekitar, mengingat potensi emas di dalamnya terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi warga sekitar dan beberapa desa tetangga.

”Terus terang, Saya sangat prihatin dengan kondisi ekonomi warga Kayuboko. Dan bukan hanya warga sini, tapi ada banyak warga dari desa tetangga juga menggantungkan hidupnya di tambang itu. Masa pandemi membuat hampir seluruh sektor terpuruk” bebernya.

Selain perseoalan ekonomi, tambah Rahmad, dampak penutupan lokasi pertambangan di wilayah desa tersebut, juga memberikan efek tingkat kriminal di wilayah itu kembali meningkat. Hal itu disebabkan, jika selama ini warga sekitar menggantungkan ekonominya dari hasil pertambangan.

“Masyarakatku yang kemarin menambang, sekarang sudah kembali menekuni pekerjaan membuat cap tikus. Siapa yang tidak kenal, kalau Desa Kayuboko ini dulu adalah desa penghasil cap tikus terbesar di Kabupaten Parigi Moutong. Ini semua yang membuat saya selaku kades makin prihatin namun saya tak berdaya karena aturan dari Pemerintah Daerah yang melarang” Ungkapanya.

Keterangan Rahmad itu juga diamini oleh Ansar Talede.yang berharap agar Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, memberikan kelonggaran kebijakan terkait dengan pengelolaan tambang di wilayah itu.

“Kasian masyarakat kami ini Pak Gub, mereka kehilangan pekerjaan, kehilangan mata pencaharian dan tidak bisa menghasilkan uang lagi. Sementara ini menghadapi tahun ajaran baru sekolah dan mau menghadapi bulan ramadhan, tentu kebutuhan meningkat. Butuh uang banyak untuk meneruskan pendidikan anak-anak mereka yang rata-rata sudah pada kuliah di Palu, belum lagi memikirkan mereka ada yang mulai masuk di perguruan tinggi tentunya butuh biaya banyak untuk bayar biaya masuk dan sewa tempat tinggal (kost). Itu semua yang membuat kami prihatin, ” imbuhnya.