Cacat sedari awal, pelaksanaan proyek 19 unit sekolah meleset dari target. Duit senilai Rp37,41 miliar terlanjur tergerus dari kas negara.

Diperlukan investigasi tuntas yang di ikuti pengungkapan para pelaku akan membuka tabir. “Ambyar Proyek 37 Miliar”.

Ambisi Sahbudin kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BP2W) Sulawesi Tengah, menutupi segala aib di proyek Rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pendidikan fase 1B, tak terbendung. Tak belajar dari kesalahan pengadahulunya.

Oleh : Wahyudi / Jurnalis TRILOGI

Tak tercapainya target penyelesaian sejumlah sekolah di Kota Palu dan Kabupaten Sigi, menunjukan betapa kusutnya manajemen pengelolaan proyek infrastruktur pemerintah yang dibiayai dari pinjaman bank dunia melalui program Contigency Emergency Response Project (NSUP) dan kegiatan Central Sulawesi Rehabilitation and Recontrion Project (CERC).

Mulai dari persoalan mandek yang berlarut  hingga minimnya pengawasan dan tindakan tegas bagi pelaksana oleh pihak ketiga seharusnya tak terjadi jika pemerintah matang sedari awal.

Sejumlah bangunan sekolah yang menyimpan cacat itu ditenggarai sarat penyimpangan karena tak kunjung rampung 100 persen. Akibatnya akan membebani keuangan negara.

Proses pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pendidikan fase 1B, terindikasi adanya praktek manipulasi yang diduga menjadi ladang mencari cuan.

Informasi temuan itu di antaranya dilakukan pembayaran 100 persen ke pihak kontraktor PT Sentra Multikarya Infrastruktur (SMI) disaat kondisi sekolah belum 100 persen dikerjakan.

Praktek kotor itu tak perlu terjadi jika pihak BP2W Sulawesi Tengah sejak awal menerapkan prinsip kehati-hatian. Meski dalam kondisi serba susah, BP2W tak boleh mengabaikan aturan dalam pembayaran proyek.

Semua celah yang memungkinkan persengkongkolan tidak diantisipasi sejak dini. Seperti yang terjadi di 18 Sekolah yang terealisasi dikerjakan dengan anggaran Rp37,41 miliar, di diduga dilakukan secara akal-akalan saja. Semua sekolah belum ada yang rampung 100 persen dikerjakan.

Meskipun, pada tahun 2020 lalu, Negara telah mengalokasikan pinjaman Bank Dunia tidak kurang dari pagu anggaran Rp43,81 miliar.

Dana yang digelontorkan untuk 19 satuan pendidikan di Kota Palu dan Kabupaten Sigi ini,  jelas bukan anggaran yang sedikit. 

Pemerintah menaruh perhatian yang begitu besar untuk pemulihan pasca bencana dunia pendidikan di Sulawesi Tengah, sebab bagaimanapun semuanya memang sudah digariskan dalam Undang-undang.

Namun sayangnya, besarnya dana proyek itu justru ditenggarai dimainkan oleh sebagian pihak yang terlibat. Dana bantuan dijadikan ladang cuan bagi para oknum tidak bertanggung jawab hanya demi kepentingan diri dan kelompoknya sendiri.

Kontroversi proyek penanganan sekolah bencana di Kota Palu dan Kabupaten Sigi selain menguak keterlibatan penyelenggara Negara, juga kontraktor. Di bawah bendera PT Sentra Multikarya Infrastruktur, pelaku meraup untung berlipat. 

Terbelit problem serius, proyek rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pendidikan fase 1B, terus menjadi sorotan. Di hajatan ini ditenggarai telah menguntungkan pihak yang terlibat. Nama Philipus L Simatupang berada di balik perusahaan penggarap.

PT Sentra Multikarya Infrastruktur ditenggarai adalah Kroni !. Barangkali inilah bisik-bisik paling hot dikalangan elit pengusaha. Direktur korporasi ini diduga kuat terlibat dalam skema permainan terlarang dalam sengkarut proyek yang dibiayi dari dana bantuan luar negeri ini.

Tak hanya mengandung konflik kepentingan. Di hajatan ini juga mengindikasikan penanganan percepatan pemulihan sektor pendidikan setengah hati  dan tidak berorientase pada kemashalahatan khalayak.

Keputusan pemerintah untuk merehabilitasi 19 unit bangunan sekolah yang tersebar di Kota Palu dan Kabupaten Sigi itu ditenggarai mengandung aroma korupsi.  

Kita Tunggu Kabar Selanjutnya