Kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) laboratorium Universitas Tadulako (Untad) kini semakin terkuak.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) resmi menahan dua tersangka utama dalam kasus ini, yaitu TP, rekanan proyek, dan FZ, pejabat pembuat komitmen (PPK), pada Senin (23/9/2024).
Penahanan ini dilakukan setelah proses pemeriksaan intensif terhadap kedua tersangka terkait penyalahgunaan dana yang merugikan negara hingga Rp7 miliar.
“Kedua tersangka itu langsung kami tahan setelah dilakukan pemeriksaan,” kata Kasi Penkum Kejati Sulteng, Laode Sofyan, dalam konferensi pers di Palu.
Penahanan ini merupakan langkah tegas Kejati Sulteng dalam menindaklanjuti hasil penyelidikan terkait kerugian negara yang mencapai lebih dari 70 persen dari total anggaran Rp10 miliar.
Dugaan korupsi ini terungkap setelah tim penyidik Kejati Sulteng menemukan adanya penggelembungan harga pada beberapa alat kesehatan yang diadakan untuk laboratorium Untad.
Alat-alat tersebut diduga diadakan dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pasar.
Sebagai contoh, alat AUTOCLAVE STD yang dalam proyek tercatat senilai Rp194 juta, ternyata dalam katalog dengan spesifikasi yang sama hanya bernilai Rp75 juta.
Selisih harga yang signifikan ini menjadi salah satu indikasi kuat adanya praktik mark-up yang merugikan keuangan negara.
Selain itu, alat GET LOGIC READER juga menjadi sorotan. Harga alat tersebut dalam proyek mencapai Rp556 juta setelah ditambahkan berbagai biaya tambahan seperti overhead, ongkir, dan pajak.
Namun, harga sebenarnya di pasaran hanya sekitar Rp143 juta, sehingga terjadi penggelembungan harga lebih dari Rp400 juta.
Penggelembungan harga ini menunjukkan adanya konspirasi untuk memperkaya diri sendiri dan pihak-pihak terkait.
Penahanan ini juga menimbulkan keprihatinan luas di kalangan akademisi dan masyarakat, mengingat proyek tersebut seharusnya mendukung peningkatan fasilitas pendidikan di Untad.
Beberapa pihak dari lingkungan kampus telah dimintai keterangan, termasuk pejabat laboratorium dan fakultas yang terkait langsung dengan proyek ini.
Di antaranya AB dari Bagian Farmakologi, PS dari Bagian Patologi Anatomi, serta MS yang merupakan pimpinan laboratorium Mikrobiologi.
Kasus korupsi pengadaan Alkes LAB Untad ini terjadi pada masa kepemimpinan Prof M sebagai Rektor Untad, yang saat itu juga menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Meski belum ada keterangan resmi dari pihak rektorat, kasus ini diyakini akan menyeret lebih banyak nama, termasuk mereka yang berada di lingkaran terdekat pimpinan universitas.
Sementara itu, Kejati Sulteng terus melakukan pengembangan penyidikan untuk menelusuri aliran dana yang diduga mengalir ke berbagai pihak.
“Kami akan mendalami keterlibatan seluruh pihak yang terkait, baik dari internal kampus maupun pihak eksternal,” ujar Laode Sofyan.
Kejati juga mengimbau masyarakat untuk memberikan informasi tambahan yang dapat membantu pengungkapan kasus ini.
Dengan perkembangan terbaru ini, masyarakat Sulawesi Tengah berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan transparan dan tidak berhenti hanya pada dua tersangka yang sudah ditahan.
Proyek pengadaan Alkes LAB Untad seharusnya menjadi upaya peningkatan kualitas pendidikan, namun justru menjadi ajang korupsi yang merugikan negara dan mencederai kepercayaan publik.