Provinsi Sulawesi Tengah sedang mencari sosok pemimpin yang berjiwa kepemimpinan, bukan asal kepemimpinan. Sulteng adalah Provinsi yang tangguh, yang baru saja mendapat bencana hebat, untuk itu harus di pimpin yang tangguh pula, yang bisa membawa rakyatnya menuju kesejahteraan abadi, bukan janji-janji abadi menuju kesejahteraan. 

Kepala badan perencanaan pembangunan daerah (BAPPEDA) Provinsi Sulawesi Tengah, Dr Ir Hasanuddin Atjo MP, mengatakan Sulteng pada tahun 2020 mendatang harus mempunyai pemimpin yang bisa membawa dan merubah status daerah ini keluar dari ketertinggalan. Ini sebuah spirit memajukan pembangunan daerah.

Hasanuddin Atjo lebih lanjut menyampaikan, daerah yang masih berstatus tertinggal dari 122 Kota dan Kabupaten yang diumumkan Presiden Joko Widodo untuk periode 2015 – 2019, sembilan Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah masuk dalam daftar sebagai daerah tertinggal.

“Untuk kedepan saya kira sudah harus, dan tidak ada lagi kata tidak. Sistim perencanaan program didaerah sudah harus terintegrasi dengan Provinsi agar apa yang diprogram Kabupaten dan Kota searah program Provinsi guna melihat hasil yang lebih baik. Itu cara terbaik untuk daerah ini keluar dari predikat daerah tertinggal” kata Hasanuddin Atjo yang dihubungi Koran Trologi Senin 12 Agustus 2019.

Menurut mantan Kadis DKP Sulteng ini, jika pembangunan daerah Sulteng dibenahi secara tertata dengan sistim perencanaan terpadu, tentunya daerah ini akan mengalami banyak kemajuan dan tentunya, kesembilan daerah yang masuk dalam daftar daerah tertinggal itu, kini sudah bisa keluar dari zona tersebut.

Dalam penyusunan awal RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2020-2024 yang digelar belum lama ini, Pemerintah provinsi Sulawesi Tengah mengusulkan beberapa rancangan yang dianggap strategis untuk ditanggapi oleh pemerintah pusat, yakni Tol Tambu Kasimbar sebagai simpul pertumbuhan dan pemerataan dan pelabuhan fery di tambu dan kasimbar. Kemudian KEK Palu fokus kembangkan Industrialisasi pertanian (arti luas), Perikanan dan Kehutanan, pengembangan dalam sektor pariwisata dan tingkatkan status Mutiara Sis Al-Jufri sebagai Bandara Internasional untuk pintu keluar wisman dari utara dan Selatan.

Kemudian pemanfaatan industri pracetak galian C untuk kebutuhan Ibukota baru, industri Metal dan Logam yang ada di dua Kabupaten yakni Morowali dan Luwuk, serta pemerataan infrastruktur jalan.

Sementara itu pakar ekonomi Universitas Tadulako Dr M Ahlis Djirimu Ph.D mengatakan ada delapan item yang diusulkan Pemprov Sulteng dalam RPJMN tahun 2020-2024 cukup baik karena akan memberi dampak besar bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi bagi Sulteng termasuk upaya Kabupaten dan Kota keluar dari daerah tertinggal, sebab itu untuk Sulteng mengalami terobosan dan beberapa Kabupaten keluar dari kategori daerah tertinggal, kata Ahlis, dibutuhkan pemimpin yang mampu mengatasi masalah besar di Sulteng yakni pertumbuhan semu, kemiskinan, ketimpangn, pengangguran, akses pada layanan dasar, linkage intra regional.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako,
Dr M Ahlis Djirimu Ph.D

Pada sisi ekonomi masyarakat, lanjut dia, 77% penduduk Sulteng hidup di desa bergantung pada bidang pertanian. Visi pemerintah bertumpu pada pertanian atau agribisnis, tapi pembangunan pertanian tidak saling terkait antar daerah. Kabupaten dibiarkan menjadi produsen saja yang selanjutnya daya tawar komoditinya kalah oleh rentenir.

“Pemerintah gagal tangani distribusi, konsumsi dan pasar. Petani dibiarkan cari pasar sndiri. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang hanya di atas 100 pada tahun 2014 dan sebagian 2015. Selebihnya di bawah 100 yang artinya yang dijual petani lebih rendah ketimbang yang dibelinya bagi kebutuhan harian. Cita-cita agribisnis jauh panggang dari api” kata dosen FEKON Universitas Tadulako ketika dikonfirmasi Koran Trilogi.

Dari sisi sumber daya manusia, sambung dia, ada terdapat dua sub kriteria yakni pendidikan dan kesehatan. Dari sisi pendidikan, dia menjabarkan, jarak rumah penduduk ke SD/MI di Sulteng mencapai 13,36 km, sedangkan secara nasional jarak hanya 8,73 km. Kemudian jarak dari rumah penduduk ke SMP/MTs sepanjang 13,43 km sedangkan nasional hanya 7,97 kilometer. Jadi rata-rata lama sekolah di Sulteng naik dari 7,69 tahun pada tahun 2011 kemudian naik menjadi 8,52 tahun pada tahun 2018. Angka ini, kata Ahlis Djirimu, jauh lebih tinggi dari nasional yang naik dari 7,73 pertahun menjadi 8,17 pada periode yang sama.

“Sayangnya temuan lapangn hasil riset Dr. Asep Mahfudz menemukan, dari 20 % anggaran pendidikan di Sulteng, hanya 6% yang benar-benar bersentuhan langsung pada pendidikan masyarakat khususnya masyarakat miskin. Selebih, 14% habis pada birokrasi. Buktinya pada tahun 2014, anggaran perjalanan dinas Dikbud Provinsi mencapai Rp 8 Miliar paling besar di antar OPD” jelasnya.

Ahlis Djirimu memberikan contoh pada kegiatan tahunan Olimpiade Sains Nasional (OSN), kontingen Sulteng lebih banyak diisi oleh birokrasi pendidikan ketimbang siswa dan guru pembina mata pelajaran. Padahal anggaran tersebut dapat digunakn persiapan sebelum lomba seperti di provinsi Jawa Timur dan Provinsi Kalimantan Barat, mereka bahkan menyewa guru terbaik memberikan pembinaan.

“Jadi jangan berharap pendidikan maju di Sulteng bila mentalitas birokrasi pendidikan masih seperti sekarang” bebernya.

Untuk itu kedepan kata Ahlis Djirimu, sebaiknya calon pemimpin Sulteng mnghadapi masalah rentang kendali SMA/SMK/MA yang panjang pasca UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah. Begitupun pada sisi kesehatan mentalitas birokrasi “project” tidak berbeda jauh dari pendidikan Usia Harapan Hidup (UHH) selama tahun 2011-2018 hanya naik dari 66,39 pertahun pada 2011 menjadi 67,78 pertahun pada 2018 atau hanya naik 1,39 pertahun.

“Angka UHH ini jauh di bawah UHH nasional yang naik dari 70,01 tahun menjadi 71,2 tahun pada periode tersebut. Angka Stunting pada tahun 2018 di Sulteng mencapai 36,4% dari total balita dengan tingkat tertinggi di Buol mencapai 41,3% dan terendah di Banggai mencapai 31,5 %. Hal ini memiriskn hati karena Bupati Buol dan Gubernur Sulteng adalah orang kesehatan” ungkapnya.

Dari sisi keuangan daerah, masih dia, menilai hanya Kabupaten Buol yang punya kesehtan fiskal bagus. Selebihnya, berada pada kategori “kurang sehat” dan “sangat tidak sehat”. Selain itu, hanya tiga satuan kerja yaitu Provinsi, Kabupaten Morowali dan Kota Palu yang kemandirian fiskalnya semakin baik. Selebihnya gagal mandiri setelah 3 UU Otda berlaku: UU No. 22/1999, UU no32/2004, dan UU no. 23/2014.

Pangkal utamanya, kata Ahlis Djirimu, ada beberapa visi dan misi baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota belum terintegrasi, gagalnya perencanan pembangunan tidak saling sinergi antar daerah, komitmen Provinsi bukan berdasarkn kasus per kasus ditangani seperti contoh kemiskinan.

Sepatutnya pada PRM, Kabupaten Donggala, Touna yang ditangani karena angkanya paling tinggi. Angka stunting sepatutnya di Buol dan Donggala karena paling tinggi. Selain itu, mentalitas ” birokrasi priyayi” yang bukan melayani, tapi dilayani belum hilang dari daerah ini.

Pemimpin Sulteng kedepan, kata Ahlis Djirimu, sepatutnya mendobrak fenomena ini dengan cara melakukan uji kompetensi ASN pada semua eselon dan non eselon. Mereka yang terbaik dan visioner yang akan terpakai. Mereka yang masih dapat dipoles dapat mengabdi dan dapat diupgrade. ASN yg tidak bisa berkiprah dalam era industry 4,0 dan Society 5,0 segera pensiun dini apalagi yang karirnya naik karena kental nepotisme.

“Sebaiknya pemenang pilgub 2020 dan pemenang pilwalkot dan Pilkab delapan kabupaten dan satu kota, dengan dimotori Kepala Bappeda Provinsi mengajak 8 Kepala Bappeda kab/kota menyusun bersama dokumen RPJPD 2025-2045 dan RPJMD 2020-2025, Renstra OPD 2020-2025 sejak awal agar terjadi keterpaduan. Ingatlah, 50% keberhasilan pembangunn ditentukan oleh perencanaan” kata Ahlis Djirimu.

Ahlis mengapresiasi kinerja Kepala Bappeda Sulteng Dr Hasanuddin Atjo MP meskipun baru beberapa hari menjabat namun telah melakukan terbaik penuh loncatan dalam perencanaan bagi Sulteng kedepan.

“Sayang pak Hasanuddin Atjo tinggal setahun jelang pensiun. Sepatutnya 7 tahun lalu beliau jadi Kepala Bappeda Sulteng, dengan penuh terobosan” tutup Ahlis Djirimu.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo, menetapkan 122 Kabupaten dan kota disejumlah Provinsi se indonesia sebagai daerah tertinggal periode 2015 – 2019. Dari 122 daerah itu, sembilan daerah yang masuk daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tengah, kesembilan daerah itu diantaranya Kabupaten Banggai Kepulauan, Sigi, Donggala, Tolitoli, Buol, Parigi Moutong, Tojo Una-una, Banggai Laut, dan Morowali Utara.

Penulis : Elkana L / Koran Trilogi

Editor : Wahyudi