Penegakan hukum terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sulawesi Tengah (Sulteng) merupakan isu kompleks yang terus bergulir di tengah upaya reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Oleh : DEDI ASKARY,. SH.

Pernah menjabat Deputy Direktur Walhi Sulten & Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Study Hukum & Advokasi HAM Sulteng.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis, sistematis, dan analitis efektivitas penegakan hukum terhadap PETI di Sulteng, mengidentifikasi tantangan yang dihadapi, serta merumuskan rekomendasi perbaikan yang selaras dengan semangat reformasi Polri.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan studi kasus di wilayah Sulteng, melibatkan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi lapangan, dan analisis dokumen terkait.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap PETI di Sulteng masih menghadapi berbagai kendala, termasuk keterbatasan sumber daya, koordinasi antar lembaga yang belum optimal, serta praktik korupsi dan kolusi yang terjadi disenua sektor dan kelembagaan yang selama ini menghambat efektivitas penegakan hukum.

Diperlukan strategi yang komprehensif dan terintegrasi, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, serta peningkatan kapasitas dan integritas aparat penegak hukum untuk mengatasi permasalahan PETI di Sulteng secara berkelanjutan.

Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) telah menjadi permasalahan serius di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Sulawesi Tengah (Sulteng).

Aktivitas PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang merugikan masyarakat.

Di tengah upaya reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), penegakan hukum terhadap PETI menjadi ujian penting dalam mewujudkan supremasi hukum dan keadilan.

Reformasi Polri yang digulirkan sejak tahun 1998 dan saat ini kembali bergulir bertujuan untuk menciptakan institusi kepolisian yang profesional, akuntabel, dan Humanis.

Namun, dalam praktiknya, reformasi ini masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk dalam penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan seperti PETI, ilegal fising dan ilegal loginh.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis, sistematis, dan analitis efektivitas penegakan hukum utamanya terhadap PETI di Sulteng di tengah reformasi Polri.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.

Lokasi penelitian adalah wilayah Sulteng yang memiliki aktivitas PETI yang signifikan. Data dikumpulkan melalui :

  1. Wawancara Mendalam: Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak terkait, seperti aparat kepolisian, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, pelaku PETI, dan organisasi non-pemerintah (Ornop) yang bergerak di bidang lingkungan.
  1. Observasi Lapangan: Observasi dilakukan di lokasi-lokasi PETI khususnya di Kabupaten Parigi Moutong untuk mengamati secara langsung aktivitas pertambangan dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
  1. Analisis Dokumen: Dokumen-dokumen terkait, seperti peraturan perundang-undangan, laporan penelitian, data statistik, dan berita media massa, dianalisis untuk memperoleh informasi yang relevan.

Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis konten dan analisis tematik.

Hasil dan Pembahasan

  1. Efektivitas Penegakan Hukum Terhadap PETI di Sulteng

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap PETI di Sulteng di ibaratkan jauh panggang dari api serta jauh dari kata efektif.

Hal ini terlihat dari masih maraknya aktivitas PETI di berbagai wilayah Sulteng, meskipun telah dilakukan berbagai upaya penegakan hukum oleh aparat kepolisian.

Beberapa faktor yang menyebabkan belum efektifnya penegakan hukum terhadap PETI antara lain:

Keterbatasan Sumber Daya: Aparat kepolisian menghadapi keterbatasan sumber daya, seperti personel, anggaran, dan peralatan, dalam melakukan penegakan hukum terhadap PETI.

Koordinasi Antar Lembaga yang Belum Optimal: Koordinasi antara aparat kepolisian dengan instansi terkait, seperti pemerintah daerah, Dinas Pertambangan, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, belum berjalan optimal.

Hal ini menyebabkan penegakan hukum terhadap PETI seringkali tumpang tindih dan tidak efektif.

Praktik Korupsi dan Kolusi: Praktik korupsi dan kolusi antara aparat penegak hukum dengan pelaku PETI masih terus terjadi.

Hal ini menyebabkan penegakan hukum terhadap PETI menjadi tebang pilih dan tidak adil.

  1. Tantangan Penegakan Hukum Terhadap PETI di Sulteng di Tengah Reformasi Polri

Reformasi Polri membawa harapan baru dalam penegakan hukum terhadap PETI di Sulteng. Namun, dalam praktiknya, reformasi ini masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain:

Mentalitas Aparat Penegak Hukum yang Belum Sepenuhnya Berubah: Mentalitas aparat penegak hukum yang masih koruptif dan kurang profesional menjadi hambatan dalam penegakan hukum terhadap PETI.

Lemahnya Pengawasan Internal: Pengawasan internal terhadap aparat penegak hukum yang terlibat dalam penegakan hukum terhadap PETI masih lemah.

Hal ini menyebabkan praktik korupsi dan kolusi antara Aparat Penwgak Hukum dengan para pemodal peti dan aktor-aktor kunci lainnya masi sulit diberantas.

Kurangnya Partisipasi Masyarakat: Partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas PETI masih rendah.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan adanya ancaman dari pelaku PETI hingga mobilisasi massa mendukung PETI yang dilakukan oleh para pemilik modal pada aktifitas PETI itu sendiri.

  1. Analisis Kritis Terhadap Penegakan Hukum PETI

Penegakan hukum terhadap PETI di Sulteng tidak hanya berfokus pada aspek hukum, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Pendekatan yang represif semata tidak akan efektif mengatasi permasalahan PETI. Lebih jauh diperlukan pendekatan yang lebihHumanis dan partisipatif, yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Selain itu, penegakan hukum terhadap PETI harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Aparat penegak hukum tidak boleh tebang pilih dan harus menindak tegas semua pelaku PETI, tanpa pandang bulu.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penegakan hukum terhadap PETI di Sulteng masih menghadapi berbagai tantangan di tengah reformasi Polri.

Diperlukan strategi yang komprehensif dan terintegrasi, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, serta peningkatan kapasitas dan integritas aparat penegak hukum untuk mengatasi permasalahan PETI di Sulteng secara berkelanjutan.

Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan antara lain:

  1. Meningkatkan sumber daya aparat kepolisian, baik dari segi personel, anggaran, maupun peralatan, untuk mendukung penegakan hukum terhadap PETI.
  2. Memperkuat koordinasi antar lembaga terkait, seperti pemerintah daerah, Dinas Pertambangan, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam penegakan hukum terhadap PETI.
  3. Meningkatkan pengawasan internal terhadap aparat penegak hukum yang terlibat dalam praktek PETI serta yang terlibat dalam penegakan hukum pada aktifitas PETI.
  4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas PETI termasuk mengawasi dan melaporkan keterlibatan anggota Polri pada aktifitas PETI.
  5. Melakukan pendekatan yang lebihHumanis dan partisipatif dalam penegakan hukum terhadap PETI, dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
  6. Memberikan alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat yang terlibat dalam aktivitas PETI.

Dengan implementasi rekomendasi ini, diharapkan penegakan hukum terhadap PETI di Sulteng dapat berjalan lebih efektif dan berkontribusi pada terwujudnya supremasi hukum dan keadilan di Sulawesi Tengah.