Palu – Pembangunan Jembatan Palu 4 kini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah rekonstruksi infrastruktur di Sulawesi Tengah.

Lebih dari sekadar sarana penghubung, jembatan ini hadir sebagai simbol kebangkitan Kota Palu pasca bencana 2018 sekaligus motor penggerak baru bagi konektivitas, logistik, dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Dalam keterangan tertulis dari Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Tengah, Bambang Razak, ia mengurai tantangan, inovasi, hingga makna besar di balik berdirinya kembali jembatan megah yang kerap disebut sebagai “ikon Kota Palu” tersebut.

Bambang Razak, mengungkapkan bahwa proses rekonstruksi Jembatan Palu 4 penuh tantangan.

Salah satunya adalah kondisi material di dasar sungai, di mana masih terdapat batu besar dan sisa runtuhan Jembatan Ponulele atau Jembatan Kuning.

Hal ini membuat pekerjaan struktur bawah, khususnya cofferdam, tidak sempurna sehingga air masuk ke rongga pilecap.

“Akibatnya pekerjaan menjadi terhambat karena sifatnya berurutan dan tidak bisa dilakukan paralel. Kami harus mencari metode alternatif. Alhamdulillah, berkat kerja keras bersama, jembatan ini akhirnya dapat diselesaikan,” jelasnya.

Dari sisi desain, Jembatan Palu 4 dibangun dengan standar ketahanan yang jauh lebih tinggi.

Pilar yang sebelumnya hanya satu kini diperkuat menjadi dua, dengan borepile berdiameter 1,8 meter, salah satu yang terbesar di Indonesia.

Kedalaman tiang bervariasi antara 58 hingga 62 meter di bawah permukaan laut, sehingga keseluruhan struktur tertanam hingga 65–69 meter.

Pilecap ditempatkan di kedalaman -3 hingga -7 agar aman dari potensi tsunami, sementara box girder berada pada elevasi +9 hingga +10, lebih tinggi dari estimasi tsunami yang diperkirakan mencapai +6,257 meter.

Desain ini diharapkan mampu menjaga ketahanan jangka panjang terhadap gempa maupun tsunami.

Lebih dari aspek teknis, keberadaan Jembatan Palu 4 juga menyimpan makna simbolis bagi masyarakat.

“Jembatan ini adalah simbol bangkitnya Kota Palu. Saat 2018, banyak yang pesimis kota ini akan mati. Namun dengan berdirinya kembali jembatan sebesar ini, kami ingin masyarakat juga bangkit, bahkan lebih baik dari sebelumnya,” kata Bambang.

Dalam proses pembangunan, BPJN Sulteng juga menerapkan teknologi mutakhir.

Dua teknologi utama digunakan, yakni O-Cell test pada tiang borepile untuk memastikan integritas tiang secara detail sebelum ditanam, serta penggunaan strand berdiameter 25,6 mm dari Jepang.

Teknologi strand ini memiliki kekuatan tarik lebih besar dibanding standar 15,24 mm, lebih tahan terhadap beban, serta efisien karena hanya membutuhkan satu kali stressing per tendon.

Bambang menambahkan bahwa masyarakat lokal berperan penting dalam mendukung rekonstruksi ini. Mereka kooperatif saat pembebasan lahan sehingga pekerjaan berjalan lancar.

Banyak pula pekerja lokal yang dilibatkan, mengingat mereka memahami kondisi sekitar jembatan.

Namun, untuk pemeliharaan ke depan, kewenangan akan diserahkan kepada pemerintah daerah.

Untuk memastikan keamanan jangka panjang, BPJN Sulteng telah menyiapkan manual pemeliharaan yang akan diserahkan ke Pemda.

Dengan pemeliharaan rutin, Jembatan Palu 4 diharapkan tetap berfungsi optimal selama puluhan tahun.

Dari sisi fungsi, Jembatan Palu 4 akan menjadi poros utama mobilitas barang dan jasa.

Semua kendaraan berat nantinya diarahkan melalui jembatan ini, sehingga tidak lagi masuk ke pusat kota.

Jalur ini menghubungkan Palu dengan Donggala, memangkas waktu tempuh, sekaligus memperlancar arus logistik yang akan berdampak positif pada perekonomian lokal.

Meski disebut-sebut berpotensi menjadi destinasi wisata, Bambang Razak menegaskan bahwa fungsi utama jembatan ini tetap sebagai sarana konektivitas.

Mengingat jembatan terintegrasi dengan elevated road dan penanganan sungai, aspek keselamatan tetap prioritas utama. Jika kelak dijadikan destinasi wisata, harus ada kajian teknis yang matang agar tidak menimbulkan risiko.

Dari sisi pengawasan kualitas, BPJN telah melakukan audit keselamatan jalan dan uji beban.

Beberapa catatan dari audit sudah ditindaklanjuti, termasuk penambahan rambu keselamatan.

Uji beban juga telah dilaksanakan pada Agustus lalu, dan hasil awal menunjukkan kesesuaian dengan standar.

Namun, keputusan akhir tetap berada di Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ).

Sertifikat laik fungsi akan diterbitkan setelah pleno, sebagai dasar legal bahwa jembatan memenuhi standar keselamatan.

Bambang menutup penjelasannya dengan menegaskan komitmen BPJN Sulteng dalam membangun infrastruktur yang tangguh.

Setelah Jembatan Palu 4, program peningkatan ketahanan infrastruktur di wilayah Palu dan sekitarnya akan terus berlanjut, baik melalui program pasca bencana maupun paket rutin APBN setiap tahun.

“Pembangunan Jembatan Palu 4 bukan hanya tentang baja dan beton, tapi juga tentang harapan dan kebangkitan masyarakat Kota Palu. Kami ingin memastikan infrastruktur ini tidak hanya kokoh secara fisik, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi konektivitas, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.