Follow TRILOGI untuk mendapatkan informasi terbaru. Klik untuk follow WhatsApp Chanel & Google News

PALU – Tambang Emas Poboya di Kota Palu, Sulawesi Tengah, menyimpan potret buram praktik penambangan rakyat yang tak tersentuh regulasi.

Di balik hiruk-pikuk aktivitas pengolahan emas, peredaran sianida ilegal mengalir senyap melalui pasar gelap, memperkuat dugaan adanya jejaring distribusi bahan kimia berbahaya tanpa izin resmi.

Sumber terpercaya dari kalangan pebisnis tambang mengungkapkan bahwa sianida ilegal dipasarkan secara diam-diam dengan harga antara Rp7,5 juta hingga Rp8 juta per drum berkapasitas 50 kilogram.

Harga ini jauh lebih rendah dari harga resmi di distributor yang mencapai Rp10 juta per drum. Sianida digunakan untuk memisahkan kandungan emas dari batuan hasil tambang melalui metode rendaman.

“Penambang umumnya membutuhkan sekitar 15 kilogram sianida untuk mengolah 300 karung batuan yang masing-masing beratnya antara 30 hingga 50 kilogram,” kata seorang pelaku usaha tambang yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Saat dikonfirmasi di lokasi Tambang Emas Poboya, seorang penyalur bahan kimia bernama Andang membantah tuduhan keterlibatan dalam bisnis pasar gelap sianida. Ia menegaskan bahwa usahanya legal dan telah mengantongi izin resmi dari otoritas terkait.

“Kalau bisnis kami bukan ilegal, Pak. Bisnis kami resmi dan punya izin lengkap,” kata Andang pada Minggu, 13 April 2025.

Ia juga menyarankan agar pihak media melakukan investigasi langsung ke para pembeli untuk menelusuri asal-usul sianida yang mereka peroleh.

Menurut Andang, munculnya tudingan tersebut bisa jadi merupakan manuver pesaing yang ingin menguasai distribusi bahan kimia di kawasan Tambang Emas Poboya.

“Silakan tanya langsung ke penambang, belinya di mana. Kalau tidak ada faktur, berarti itu beli secara ilegal,” tegasnya.

Temuan lapangan menunjukkan bahwa aktivitas pengolahan emas dengan tromol dan tong masih berlangsung aktif. Lokasi-lokasi ini diduga kuat memperoleh sianida dari jaringan pasar gelap sianida.

Informasi yang beredar menyebutkan bahan kimia tersebut dipasok dari wilayah Sulawesi Selatan, lalu masuk ke area Tambang Emas Poboya melalui jalur darat dan dijual dengan harga miring.

Pemerintah sendiri telah menegaskan bahwa sianida hanya boleh diperoleh melalui distributor resmi yang memiliki izin edar.

Setiap transaksi di luar jalur legal dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Namun lemahnya pengawasan dan tingginya permintaan membuat peredaran sianida ilegal sulit dikendalikan.

Tambang Emas Poboya selama ini menjadi salah satu pusat aktivitas penambangan rakyat yang berkembang pesat di Kota Palu.

Maraknya penambangan emas rakyat dengan pola rendaman dan tromol menciptakan permintaan tinggi terhadap bahan kimia seperti sianida.

Hingga kini, belum ada tindakan tegas yang diumumkan oleh aparat penegak hukum terhadap dugaan peredaran sianida ilegal tersebut.

Investigasi lanjutan masih terus dilakukan untuk mengungkap aktor-aktor utama di balik pasar gelap sianida di kawasan Tambang Emas Poboya.

Sejumlah kalangan juga mulai mendesak pemerintah untuk menertibkan distribusi bahan kimia berbahaya demi menjaga keamanan masyarakat dan lingkungan sekitar lokasi Tambang Emas Poboya.

Menurut mereka, penggunaan sianida tanpa kontrol yang ketat dapat menimbulkan dampak pencemaran yang serius terhadap tanah dan air.

Dengan jumlah penambang skala besar yang diperkirakan mencapai puluhan, aktivitas di Tambang Emas Poboya masih menjadi sorotan utama terkait praktik pertambangan rakyat yang belum sepenuhnya tertata.

Pemerintah daerah diminta segera mengambil langkah nyata untuk memutus rantai sianida ilegal dan menertibkan jalur distribusinya.