Pemerintah menunjukan keseriusannya memindahkan IKN ke Kalimantan Timur (Kaltim) setelah DPR RI menyetujui rancangan Undang –Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU dalam rapat Paripurna ke – 13 masa Persidangan III tahun Sidang 2021 -2022.
Perpindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim bertujuan untuk pemerataan pembangunan daerah. Secara geografis letak Kaltim pun sangat strategis, sebab berada di tengah wilayah Indonesia.
Baca Juga : Janggal Proyek Perabot Olahan Pangan
Berbagai pihak berpandangan, pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ini turut memberikan peluang bagi daerah berdekatan, termasuk Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Posisi daerah ini dengan akses cukup dekat ke Kaltim adalah sebuah peluang ‘emas' bagi Sulteng sebagai Provinsi pemasok utama kebutuhan logistik. Olehnya, sudah sepatutnya Pemerintah Daerah (Pemda) mengambil langkah sigap sebagai bentuk kesiapan nyata bagi daerah menyambut IKN.
Demikian diungkap tokoh muda Alkhairaat, Habib Mohammad Sadig Al-Habsyi saat dimintai pandangannya terkait kesiapan Pemda menjadikan Sulteng sebagai penyuplai kebutuhan logistik ke Kaltim.
Habib Sadig mengatakan, kesiapan daerah tidak hanya dari sisi pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dalam meningkatkan produksi untuk pemenuhan stok kebutuhan logistik, tapi sangat penting juga memperhatikan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat terkait bagaimana mengelola potensi-potensi itu agar bisa menghasilkan produktivitas yang bermutu, baik hasil pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan maupun potensi lainnya.
Baca Juga : Buntut Panjang Maklumat BNPT
“ Kesiapan daerah bukan semata fokus pada kuantitas atau banyaknya ketersediaan logistik yang akan di kirim ke IKN, tetapi kualitas atau mutu dari produktivitas para petani kita juga sangat penting. Sebab ini sangat menentukan dalam kompetisi pasar pada IKN nantinya,” ungkap Habib.
Habib Sadig juga mengingatkan, bahwa semangat mewujudkan Sulteng menjadi daerah penyuplai logistik, tentu banyak pengelolaan sektor yang harus dilakukan Pemda seperti produksi buah, sayur, ternak dan lainnya ke IKN. Hal itu jangan sampai justru membuat pengelolaan persawahan petani tidak lagi menjadi perhatian utama Pemda, sehingga berdampak pada penurunan produktivitas padi para petani sebagai kebutuhan pokok konsumsi masyarakat, termasuk bagi daerah sendiri.
“Selama ini kita dikenal sebagai daerah swasembada pangan, khususnya beras. Jangan sampai semangat Pemda dalam meningkatkan produktivitas semua sektor yang dibutuhkan di Ibu Kota, justru perhatian terhadap petani sawah tidak lagi menjadi prioritas, yang akhirnya produksi beras dari petani kita menurun. Sehingga keinginan menyuplai beras ke Kaltim, tatapi disisi lain kebutuhan beras untuk konsumsi di daerah sendiri mengalami keterbatasan,” jelasnya.
Habib Sadig mengatakan, kehadiran IKN di Kaltim yang notabene berdekatan dengan Provinsi Sulteng secara tidak langsung membuat daerah ini dilirik para investor baik skala nasional maupun internasional untuk berinvestasi. Hal ini tentunya mengharuskan Pemda mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk pembangunan infrastruktur.
Apalagi Sulteng memiliki potensi pertambangan mulai dari emas, nikel. Bahkan dikabarkan ada uranium.
Terkait hal ini, banyak yang harus diperhatikan Pemda dalam melakukan pengelolaan pertambangan, utamanya harus memperhatikan fungsi lingkungan yang berkelanjutan. Keinginan ‘mengemaskan' Sulteng, jangan sampai lupa bahwa kita daerah swasembada pangan.
“Seperti bagaimana nantinya upaya lanjutan Pemerintah terhadap lokasi paska pengelolaan pertambangan. Mengingat, tambang ini adalah sumber daya yang akan habis. Olehnya, potensi unggulan pertanian daerah ini tetap harus diutamakan. Jangan sampai semangat mengelola tambang ini justru berdampak buruk pada lahan pertanian di sekitarnya,” jelas Habib.