Aparat Penegak Hukum (APH) tak perlu lagi menunggu sampai masa jabatan tahun depan berakhir. Dua Babeh Belum Tersentuh !.
Bukan untuk sekadar memanas-manasi, saran ini disampaikan untuk membangkitkan kembali penyidik anti rasuah di Sulawesi Tengah yang belakangan ini kehilangan taji.
Oleh : Wahyudi
Mantan Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Tengah, Ferdinan Kana Lo bersama anak buahnya yang juga mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PKP 1, Azmi Hayat, hingga kini belum tersentuh !.
Padahal bukti dokumen, menunjukan ada keterlibatan dan peran penting mereka.
Dua Babeh di Pusaran Lahan Huntap
Seharusnya dari pengakuan sumber Trilogi, sudah cukup tegas sebagai petunjuk pintu masuk bagi APH untuk membongkar tabir dalam pengelolaan dana hibah bantuan luar negeri pada proyek Land Clearing & Land Development penyediaan lahan huntap bagi penyintas bencana di Kota Palu.
Proyek “Berdaging” Land Clearing & Land Development di Kelurahan Talise dan Tondo yang menggiurkan itu, membuat sejumlah pihak yang terkait didalamnya diduga terlibat persengkongkolan untuk meraup untung yang berlipat.
Pada Tahun 2019 lalu bisnis proyek Land Clearing & Land Development atau penyediaan lahan huntap zona A-B seluas 112,1 Ha, menyentuh nilai angka Rp18,6 Miliar.
Trilogi, mencoba mengingatkan kembali soal alur cerita pada proyek yang terindikasi terjadinya kongkalikong oleh penyelenggara Negara ini.
Siapa yang Bermain Dalam Sengkarut Lahan Huntap !
Nama sejoli itu belakangan ini santer diperbincangkan, setelah boroknya diumbar kepublik mengenai pengaturan bagi-bagi kue dihajatan penyediaan lahan huntap zona A-B tiga tahun yang lalu.
Dalam pengakuan sumber Trilogi, terungkap peran dari Ferdinan Kana Lo bersama anak buahnya Azmi Hayat, untuk memerintahkan pembentukan kemitraan KSO kepada pelaksana proyek Land Clearing & Land Development senilai Rp18,6 Miliar.
Ketiga perusahaan yang dibentuk dalam kemitraan KSO yaitu PT Velovei Bangun Pratama, PT Rizal Nugraha Membangun, PT Ilham Lestari Abadi, yang kemudian ditengah berjalanya proyek digantikan oleh PT Sapta Unggul.
Selain itu pada proses pengganggaran, di cerita itu juga terungkap jika harga satuan untuk volume turut diatur dan dirubah-rubah ditengah berjalanya proyek itu.
Kesan itu kemudian ditafsirkan oleh sumber Trilogi, sengaja dibuat untuk mengelabui dan menguntungkan pihak tertentu dalam hajatan ini.
Land Clearing Pusing Tujuh Keliling
Dalam hajatan proyek Land Clearing & Land Development diatas lahan seluas 65,30 Ha dikelurahan Tondo dan Kelurahan Talise seluas 4,80 Ha, digarap oleh kemitraan KSO dengan pembagian PT Velovei Bangun Pratama sebesar 54,50%, kemudian PR Rizal Nugraha Membangun sebesar 18,75%, dan PT Ilham Lestari Abadi kebagian 26,75%.
Namun hingga saat ini proses untuk pembangunan Huntap pun diatas lahan dengan total luas 112,1 Ha belum terlaksana. Beredar kabar, jika lahan yang yang sudah menggerus keuangan Negara senilai Rp18,6 Miliar itu masih dalam status sengketa.
Cerita ini pun akan berkembang dan menjadi tantangan buat penyidik anti rasuah di Sulawesi Tengah yang belakangan ini dinilai kehilangan taji.
Semua pihak yang terkait dalam urusan proyek ini, tidak bisa bersembunyi dibalik keistimewaan profesi dan limpahan harta.
Dalam keadaan seperti ini terang benderang bahwa dalam proses penganggaran hingga proses pelaksanaan proyek ini, terjadi masalah yang lebih kongkrit.
Direktur LBH Progresif Wilayah Sulawesi Tengah menilai kegaduhan soal pengaturan bagi-bagi proyek Land Clearing & Land Development di Kelurahan Talise dan Tondo tersebut, berpotensi merugikan keuangan Negara.
Dengan demikian, ujarnya, APH bisa menggunakan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi untuk mengusutnya.
Kini APH di Sulawesi Tengah ditantang soal adanya informasi pengaturan bagi-bagi proyek yang beraroma “Korupsi” yang menyerempet dua nama pegawai Kementrian PUPR.
Sulitnya mencari bukti pada persoalan ini, mestinya melalui pendekatan kekayaan !.
BPPW Sulteng diberi mandat oleh Pemerintah pusat untuk mengelolah dana bantuan luar negeri mengerjakan proyek Land Clearing & Land Development penyediaan lahan huntap bagi penyintas di Kota Palu, tapi mereka malah main serong. Tidak semua pegawai memang. Kita tunggu kabar selanjutnya.