Penyimpangan bestek pada proyek Pemerintah sudah terjadi di depan mata, ada Indikasi dugaan permainan antara pimpinan proyek dengan pemborong, sementara petugas pengawas bisa diajak kompromi. “Meraup Untung di Proyek Bencana”.
Bukan cuman duit Negara yang gurih rasanya. Dana bantuan senilai Rp44.8 Miliar dari pinjaman Asian Development Bank (ADB) untuk Loan EARR (Emergency Assistance for Recontruction and Rehabilitation) juga terasa sedap di lidah kontraktor.
Baca Juga : Pusing Kepala di Flyover Pantoloan
Alhasil, proyek Rehabilitation of Gumbasa Weir and Groundsill Contruction di Kabupaten Sigi yang berdurasi selama 548 hari kalender ini, sudah banyak yang ambrol.
Meskipun proyek yang digarap oleh kontraktor PT Minarta Dutahutama dengan Nomor Kontrak: HK021/IRW.II-PJPA.ST-BWSS13/150 itu, masih dalam proses pelaksanaan atau Ongoing.
Sangitnya bau penyelewengan bestek, mengharuskan proyek ini perlu di pelototin dari segala penjuru. Pasalnya kontruksi bangunan Retaining Wall Dinding Penahan Tanah (DPT) jenis Revetment yang berfungsi untuk menahan gaya tekanan aktif air sungai gumbasa, justru sudah ambrol disana sini.
Baca Juga : JALAN MURAH, ANGGARAN MEWAH
Balai Wilayah Sungai Sulawesi III (BWS) selaku pengguna anggaran dalam hajatan ini tampaknya punya kambing hitam yang selalu sama untuk segala bencana yang menimpa, yaitu alam. Dengan bersikukuh, jika kerusakan yang terjadi pada kontruksi DPT Revetment itu disebabkan oleh banjir.
Namun pihak BWSS III juga menutup mata atas adanya indikasi penyelewengan bestek yang ditenggarai ikut dilanggar saat proses pelaksanaan dilokasi proyek.
Misalnya toleransi penggunaan material pasir dan batu untuk campuran beton yang diduga kuat ikut dikadali asal muasal dan kualitasnya sehingga mempengaruhi kelayakan dan kualitas beton itu sendiri, serta proses teknis penerapan yang kurang baik turut andil menyumbang peristiwa ambrol itu terjadi.
“Kegiatan ini masih jalan dan ini bencana banjir 13 Maret dan sebagian besar sudah diperbaiki. Kegiatan ini di jaminkan asuransi jika ada seperti ini, urusan rekanan dan asuransi. Yang lebih paham PPK dan Satker” tulis Kepala BWSS III, Taufik ketika dikonfirmasi Trilogi belum lama ini.
Baca Juga : KORUPSI JUMBO DIMULUT MACAN
Taufik juga bersikukuh bahwa sejumlah kerusakan dalam kegiatan yang masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 tahun 2020 ini, belum dibayarkan dan akan dilakukan perbaikan.
“Liat langsung ke lokasi, tunjukan yang mana dianggap ganjil dibahas, diperbaiki jikalau memang dibutuhkan perbaikan. Ini belum terbayar !” jelasnya melalui pesan Whatsap.
Sementara itu dihubungi terpisah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Irigasi dan Rawa II, Dwi Cahyo Romadhoni justru memilih irit komentar ketika dilakukan upaya konfirmasi, terkait ditemukanya deretan kerusakan pada bangunan DPT Revetment yang ambrol.
“Kabalai juga hubungi saya, nanti kapan ke lapangan” tulisnya melalui pesan Whatsap.
Ambrolnya bangunan DPT Revetment yang yang masih proses pelaksanaan ini, akibat tidak tidak kuat memikul beban horisontal tanah yang jenuh. Tanah dibelakang DPT menjadi gampang jenuh karena drain DPT tidak berfungsi dengan baik.
Baca Juga : DUA SUMBU PENJEPIT SANDRINA
Disamping itu juga pondasi DPT mengalami gerusan akibat hantaman air yang memantul sehingga menyebabkan terjadinya guling. Selain itu juga DPT dibangun sebagian memakan badan sungai, sementara galian pondasi DPT diduga kuat kurang dari 1 meter. Dengan kondisi bentuk sungai yang tidak lurus, sehingga air sungai menghantam dasar pondasi DPT.
Hasil pantauan dilokasi proyek, diperkirakan Proses ambrolnya DPT Revetment adanya Crack pada permukaan tanah dibelakang.
Proses keruntuhan DPT Revetment terjadi, didahului oleh penurunan pondasi bangunan. Drain pada DPT diduga tidak dibuat dengan baik sehingga tidak berfungsi dan tanah urugan dibelakang DPT mengalami penurunan sebelum DPT ambrol.
Indikasi-indikasi kesalahan di tahap pelaksanaan ini, patut dicurigai jika kualitas proyek ini berkondisi buruk. Padahal proyek ini dibangun dengan dana pinjaman dan biaya yang cukup mahal serta melaui rancangan analisis yang cukup matang.
Baca Juga : KEMANA SUAP MENGALIR
Peristiwa ambrolnya sejumlah DPT di sungai gumbasa yang digarap oleh kontraktor PT Minarta Dutahutama ini, bisa disebut sebagai proyek gagal kontruksi.
Karena rusak dalam tahap pelaksanaan proyek itu berjalan akibat dikerjakan terburu-buru yang ingin mengejar output tetapi tidak mempertimbangkan outcomenya, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian.
Pelaksanaan proyek Rehabilitaion D.I Gumbasa Weir and Groundsill Contruction yang digarap oleh PT Minarta Dutahutama dengan nilai kontrak Rp44.826.811.000, sementara konsultan pengawas dikerjakan oleh PT Virama Karya (Persero) Joint Venture With PT Ciriajasa Eng, Consultant, PT Aria Jasa Konsultan.
Kegiatan ini adalah salah satu dari empat paket yang pembiayaanya dibebani dari dana pinjaman ADB Loan No. 3793-INO pada Tahun anggaran 2021-2022, dan saat ini sedang dalam tahap Ongoing.
Baca Juga : Land Clearing Pusing Tujuh Keliling
Kegiatan ini meliputi pekerjaan penggalian kolam olak, pemasangan batu tanggul hilir sebelah kiri, pekerjaan jembatan lintasan di saluran pembilas, pembongkaran mercu sisi atas, dan pembongkaran tanggul banjir sisi kiri.
Sungguh ironis, proyek yang masih tahap pelaksanaan itu sudah mengalami porak-poranda. Ada indikasi jika proses pelaksanaan dilapangan oleh pihak kontraktor tersebut ditenggarai banyak menyalahi aturan.
Melalui proses instan itu, sudah barang tentu kualitas hasil pekerjaan menjadi cepat rusak bahkan tidak bertahan lama. Faktor alam dituding sebagai penyebabnya.
Investigasi proyek Asian Development Bank (ADB) untuk Loan Emergency Assistance for Recontruction and Rehabilitation (EARR) ini, terselengara atas kolaborasi Trilogi bersama Berantas & Sulteng Aktual.